Calon presiden yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo akan menjadi common enemy. Sebagai musuh bersama, capres pilihan Jokowi itu akan diserang banyak kelompok masyarakat. Sebaliknya, capres yang tidak didukung Presiden Jokowi akan sakit hati.
Penegasan tersebut disampaikan mantan anggota DPR RI dari FPDIP, Mayjen (Purn) Tri Tamtomo, menyikapi sinyalemen yang muncul pasca Panen Raya di Kebumen, Jawa Tengah, 9 Maret 2023. Pada acara itu Jokowi mengundang Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Beredar sinyalemen Jokowi telah menyiapkan duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024.
“Jika sinyalemen itu benar, presiden telah membuat penilaian di masyarakat menjadi kabur. Kasihan buat orang yang digadang. Karena yang digadang tadi akan menjadi common enemy, musuh bersama. Akan diserang habis dia. Nah, untuk yang tidak digadang pasti dia sakit hati. Mengingat semua capres/cawapres yang muncul adalah pembantu presiden yang akan mensukseskan program kenegaraan yang sekarang sedang berjalan,” tegas Tri Tamtomo (20/03/2023) dikutip dari channel YouTube Indonesia Today.
Tri Tamtomo berharap Presiden Jokowi mengutamakan kehati-hatian, khususnya dalam rangka Pemilu 2024. Terkait hal itu, Tri Tamtomo meminta kepada para pembantu dekat Presiden Jokowi untuk “menjaga” presiden seoptimal mungkin agar tidak muncul isu yang membuat gonjang-ganjing di masyarakat.
“Kita semua berharap Pemilu 2024 semuanya berjalan luber. Tidak ada musuh. Perbedaan pasti ada. Presiden bisa mengingatkan agar para balon capres/cawapres ingat rakyat. Harus dibuat program menyentuh kebutuhan rakyat, dan keselamatan bangsa harus diutamakan. Bikin program menarik yang membuat balon menang. Itu baru sifatnya memberikan rangsangan yang positif. Tetapi kalau bilang: Tri! Anda akan saya gadang jadi presiden pengganti saya. Ini salah! Karena presiden milik rakyat semua. Presiden harus hati-hati bersikap,” tegas Tri Tamtomo.
Mantan Pangdam I/Bukit Barisan ini juga mengomentari sinyalemen opsi perpanjangan masa jabatan presiden yang disampaikan sejumlah pihak, termasuk “orang dekat” Presiden Jokowi. Dengan tegas, Tri Tamtomo meminta semua pihak untuk menjalankan mekanisme yang sudah terjadi dan diatur dalam UU Pemilu sampai UUD 45. Di mana, ditegaskan bahwa periode masa jabatan presiden adalah lima tahun satu kali dan dapat dijabat dua kali.
“Semua peraturan perundangan yang ada harus ditaati. Apalagi proses pelaksanaan Pemilu 2024 sudah berjalan. Jika hal itu dipaksakan tentunya akan mengandung resiko. Ada faktor kritis, ada faktor resiko. Faktor kritis, rakyat bisa marah. Ini bisa terjadi. Jika masyarakat marah, apa kita ingin seperti Tragedi 1998? Ini jangan terjadi. Jangan memancing di air keruh,” tegas Tri Tamtomo.
Secara khusus mantan sekretaris Lemhanas ini juga menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Dalam hal ini Tri Tamtomo berharap Menkopolhukam dan KPU menjelaskan dengan sistematis resiko dari keputusan PN Jakpus tersebut.
“Reaksi atas keputusan PN Jakpus itu begitu dahsyat. KPU dan Menkopolhukam harus menjelaskan hal itu. Tentunya, kepada pihak yang akan memanfaatkan situasi ini, harus arif, bijak dan berpikir, bagaimana bangsa ini harus kita selamatkan. Bagaimana keutuhan bangsa ini harus kita jaga. Menjaga apa yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa, supaya dalam satu bingkai NKRI yang utuh dengan Bhineka Tunggal Ika-nya, jangan diusik lagi. Jangan hanya bisa mengeluarkan statement, tetapi kandungan resiko dan faktor resiko itu tidak dihitung. Ini berbahaya sekali. Ini tidak produktif, dan mengandung kerawanan resiko,” pungkas Tri Tamtomo.