Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
“Indonesia itu negara persekongkolan istana dan senayan”. DPR saat ini tidak lebih hanya alat kekuasaan eksekutif, celakanya eksekutif juga boneka kekuatan yang lebih besar. DPR memiliki alam kosmis tersendiri, tidak ada lagi kaitan dengan fungsi wakil rakyat karena kontrak politiknya sudah putus di bilik suara.
Rakyat berdemo meminta DPR mau mendengarkan aspirasinya semua menguap, akibat DPR sudah teralienasi ( terasing; terisolasi ) memalingkan wajahnya sendiri dari rakyat yang diwakilinya.
Sudah tidak senyawa dalam fungsi dan peran DPR dengan rakyat .
DPR sudah menjadi ilusi dalam sistem politik, terpapar menjadi lame duck karena sudah menjadi budak kapitalis, tereliminasi linglung total sebagai wakil rakyat .
Dalam design peran fungsinya sebagai wakil rakyat tertutup dan digantikan menjadi boneka istana. Ketika istana saat bersamaan menjadi budak Taipan. Semua luluh lantak dengan amunisi dan senjata pundi pundi menutup semua nalar, pikiran dan membutakan peran dan fungsinya.
Sudah sejak lama elemen mahasiswa dan sebagian rakyat Indonesia meneriakkan yal-yel “Bubarkan DPR!”, Namun DPR masih tetap ada dan masih eksis dalam lingkaran kebencian rakyat.
Ada pimpinan parpol meminta agar aspirasi di sampaikan dengan santun dan tidak anarkis. Lupa sopan santun adalah nilai yang justru sudah tidak dikenali lagi dan diabaikan oleh anggota DPR.
DPR selalu mencatut nama rakyat, sekedar dleming basa basi politik, dengan nafsu politik gaya barbar.
Pada manusia, yang dikendalikan oleh jiwa yang lembut dan iman, akan bisa mengatur diri kesiapan mental menyadari bahwa mereka ‘lahir’dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Semua sudah hampa, rakyat hanya bisa menerima keadaan dan harus pasrah apapun yang menimpanya. Sistem perwakilan sudah putus total.
Prof. Sri Edi Swasono, saatnya sudah memaks DPR harus dibubarkan. Tanpa DPR saya kira Indonesia akan tetap ada dan rakyat masih bisa menghidupi diri sendiri.
Kekuasaan akan diambil alih oleh kekuatan rakyat selalu bisa terjadi, jika rakyat menghendaki. Tentu saja melalui mekanisme yang tidak saya fahami DPR bisa dibubarkan. Dengan catatan, membubarkan DPR, jangan sampai meneteskan darah.
Pembubaran DPR tetap konstitusional, dan menjadi syah dalam kondisi darurat dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara menghendakinya.
Pertanyaannya apakah saat ini kondisi negara sudah darurat? Bisa saja dimaknai belum darurat atau sudah darurat, tapi moral DPR sudah sangat darurat.
Lalu siapa yang akan menjadi wakil rakyat jika DPR bubar. Bersamaan kembali ke UUD 45 percepat pemilu. Para saatnya rombak total UU parpol yang menempatkan peran dan fungsi DPR sebagai wakil rakyat. Dan rakyatlah yang memiliki otoritas merecall anggota DPR.
Rakyat sekalipun dalam kondisi kelelahan terus menabung harapan, walaupun harapan itu hanya akan menjadi– sekali lagi–sisyphus.
Sungguh malang rakyat Indonesia, ber abad-abad lamanya hanya mereguk air mata.