Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Narasi-narasi tentangĀ radikal, intoleran, garis keras, khilafah, isis, kadrun, dll. yang dilontarkan Bawaslu Jawa Timur, itu hanya narasi yang dipakai para buzzer rp yang akal sehatnya bermasalah. Istilah-istilah itu cuma pesanan Yahudi, kaum kafir dan komunis yang takut akan militansi umat Islam. Orang yang masih mengembangkan narasi-narasi itu tujuannya untuk melenyapkan/melemahkan Islam dan mendegradasi para ulama dan umat Islam garis lurus.
Jika ada umat Islam yang vokal, yang sejatinya sedang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, tapi telah membuat mereka (para pembenci Islam) sangat ketakutan. Maka sebagai ekspresi (ungkapan) rasa takutnya, dilawanlah mereka dengan menyerang secara membabi buta kepada orang yang dibenci seperti Anies, dengan melontarkan narasi-narasi tadi. Ibarat seekor anjing yang terus menggonggong orang yang mendekat, anjing itu bukan karena keberaniannya, tapi sebagai ekspresi rasa takutnya kepada kebenaran. Mereka berani menggonggongnya ketika jauh, coba kalau didekati apalagi bawa tulang, langsung diam.
Mereka hanya berani bekoar-koar ketika di belakang. Coba dihadapkan langsung, mereka bisa mati kutu.
Ibarat anjing, para buzzer rp ini menggonggong hanya ekspresi rasa takut dan akan diam kalau dikasih tulang. Itulah karakter dan kekuatan para pembenci Anies, hanya rasa takut berlebihan, dan akan diam kalau disuap dengan segepok uang.
Bawaslu Jawa Timur ternyata diisi oleh para buzzer rp yang otaknya picik. Mereka telah termakan oleh propaganda Yahudi, kafir, dan komunis. Mereka sangat tidak pantas menduduki jabatan di sebuah lembaga pengawasan yang seharusnya cerdas, bijak, dan netral.
Sebagai bukti mereka hanya mengikuti pesanan si pembayar, mereka sama sekali tidak berani menegur capres lain, seperti Ganjar, Prabowo, Eric Thohir, dll.
Mereka beralasan Masjid tidak boleh dijadikan sarana berpolitik dan menuduh Anies sebagai boneka khilafah. Kata siapa di dalam masjid tidak boleh berpolitik ? Itu kan kata penjajah Belanda, karena Belanda takut kalau umat Islam bersatu melalui masjid. Yang tidak boleh adalah masjid digunakan untuk bertransaksi atau ngobrol urusan duniawi. Politik ideologi adalah politik untuk membela agama Allah, syiar Islam dan kepentingan umat Islam.
Apalagi tuduhan boneka khilafah. Yakin itu hanya jualan islamopobia yang di luar negeri mulai tidak laku. Sayang di Indonesia Islamopobia masih menjadi sesuatu yang terus dipelihara oleh rezim Jokowi. Tak heran jika banyak pejabat negara yang terus dihantui islamopobia.
Ternyata jualan Bawaslu Jawa Timur tidak laku dan tidak diindahkan masyarakat sama sekali. Saat ini rakyat sudah tidak bisa dibodohi dan dibohongi lagi oleh para pecundang politik, terutama para pendukung islamopobia.
Rakyat Jawa Timur tetap antusias menyambut Anies Baswedan sampai jamaah masjid Al-Akbar sangat penuh dan membludak.
Ingat, kezhaliman rezim Jokowi sedang mengalami sakaratul maut, sebentar lagi tumbang. Jika Jokowi tumbang, semua narasi tentang Islamopobia bakal tidak dapat tempat di Indonesia.
Bandung, 26 Sya’ban 1444