Kabar mengejutkan muncul terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Passer Utara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Pemerintah membolehkan Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk bekerja selama 10 tahun dan izin tersebut dapat diperpanjang.
Hal itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2023 Tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.
“Ada apa pemerintah tiba tiba mengeluarkan PP No.12 Tahun 2023. Pemerintah memberikan karpet merah bagi TKA dan warga negara asing (WNA) di Proyek IKN,” Achmad Nur Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam keterangannya, Ahad (12/3/2023).
Menurutnya, hal ini akan membuka ruang yang berbahaya bagi keamanan dan kedaulatan bangsa Indonesia.
“Ini merupakan karpet merah bagi TKA asing di IKN. Dalam beleid PP tersebut, jelas disebutkan, bahwa TKA diperbolehkan untuk tinggal dan bekerja selama 10 tahun lamanya. Dan Waktu kerjanya pun bisa diperpanjang,” katanya.
Ia menjelaskan, pelaku usaha yang melakukan pekerjaan proyek strategis milik pemerintah di IKN dapat mempekerjakan TKA. Mereka dibebaskan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA untuk jangka waktu tertentu tercantum dalam pasal 22 ayat 4.
“Hal ini benar-benar menyerahkan kedaulatan bangsa kita, ibukota negara kepada bangsa lain. Ini adalah betul-betul satu kebijakan yang amat berbahaya yang mengancam kedaulatan bangsa,” katanya.
Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora ini meminta Komisi I DPR segera bertindak cepat dengan memanggil pemerintah untuk meminta keterangan secara utuh tentang PP tersebut.
“PP ini sangat berbahaya dan mengancam kedaulatan Bangsa Indonesia dengan masuknya para TKA ke bumi Nusantara,” kata MadNur, sapaan akrab Achmad Nur Hidayat.
Jika Komisi I DPR tidak segera memanggil pemerintah, lanjut MadNur, maka kedaulatan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Bukan tidak mungkin di ibu kota negara yang baru ini, akan memunculkan berbagai gangguan ancaman pertahanan dan keamanan Bangsa, termasuk keselamatan presiden, wakil presiden, jajaran menteri dan pejabat negara lainnya.
“Jika itu sampai terjadi maka Indonesia akan kembali seperti sebelum tahun 1945 dimana bangsa kita dijajah oleh bangsa asing dan Indonesia kembali menjadi negeri terjajah,” tegas MadNur.
Pesanan Oligarki
Dalam kesempatan ini, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Achmad Nur Hidayat mengatakan, orang asing nantinya akan mendominasi IKN daripada pribumi.
PP No 12 Tahun 2023 dinilai juga menabrak banyak aturan perpajakan dan insentif pajak dan berpotensi menurunkan pendapatan negara di masa depan.
“PP No. 12 Tahun 2023 ini seolah-olah sedang mengobral insentif pajak kepada investor IKN dan mengabaikan potensi penerimaan di masa depan,” ujarnya.
Padahal aturan UU Perpajakan tidak pernah menyebutkan adanya insentif berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar 100 persen bagi perusahaan di bidang infrastruktur dan layanan umum.
Namun dalam PP No.12 Tahun 2023 pasal 28 (1) disebutkan bahwa perusahaan yang beroperasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tidak akan ditarik PPh badannya alias NOL.
Dalam Pasal 28 disebutkan, pemberian fasilitas pembebasan PPh Badan 100 persen ini berlaku untuk perusahaan dalam negeri, bukan untuk investor asing.
“Ini jelas negara akan kehilangan potensi penerimaan negaranya yang sebenarnya rasio pajak Indonesia masih sangat rendah,” ungkapnya.
Syaratnya, pembebasan PPh Badan 100 persen bisa diberikan jika nilai penanaman modalnya minimal Rp10 miliar. Fasilitas ini hanya berlaku untuk bidang usaha yang memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan IKN, meliputi infrastruktur dan layanan umum, bangkitan ekonomi dan bidang usaha lainnya.
“Namun, publik melihat aturan PP No. 12 Tahun 2023 adalah aturan yang “dipesan” oleh para oligarki nasional dibidang properti agar mereka dapat memperkaya diri sendiri. PP No.12 Tahun 2023 sarat dengan kepentingan mereka dan merugikan kepentingan nasional dan menghilangkan potensi penerimaan negara,” papar MadNur.
Ia berharap jika terjadi perubahan kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, maka presiden terpilih harus mencabut dan membatalkan PP No.12 Tahun 2023 tersebut.
“Bila terjadi perubahan kepemimpinan nasional, ini adalah peraturan yang harus segera dibatalkan karena lebih banyak kerugiaannya bagi publik dan bagi penerimaan nasional,” pungkasnya.