Oleh: Ahmad Basri (Ketua K3PP – Tubaba Dan Alumni UMY)
Belum reda Kasus pejabat pajak bergaya hidup ” bourjuis – hedonisme ” yang di pertontonkan diruang publik / medsos oleh keluarga Rafael Alun Trisambodo (RAF). Dengan harta puluhan miliaran yang disenyalir merupakan harta haram. Kemudian dalam waktu hampir bersamaan, kita di kejutkan kembali oleh petugas bea cukai Jogya Eko Darmanto, yang kini telah di copot dari jabatannya. Prilaku bourjuisme hedonisme materialisme.
Pola kedua prilakunya hampir sama mempertunjukan pamer kekayaan di medsos ruang publik, padahal jabatan hanya berstatus seorang PNS. Di mana standar gaji pendapatan seorang PNS sudah ada ketentuannya dari negara / pemerintah. Jika memiliki kekayaan berlebihan di luar dari pendapatannya sebagai seorang PNS tentu publik bertanya – tanya. Pertanyaan yang menggelitik tentu dari mana sumber pendapatannya sehingga memiliki harta puluhan miliar.
Belum reda keduanya menjadi buah bibir masyarakat. Kita lagi – lagi dikejutkan dengan dengan adanya penemuan uang 300 triliun yang terjadi di Kementerian keuangan. Menuruf Prof Mahfud MD Menkopohukam uang 300 triliun di senyalir merupakan bentuk dari pencucian uang money loundry yang di lakukan hampir 476 pegawai Menkeu. Luar biasa jika ini benar – benar terbukti dan dapat di buktikan secara hukum.
Bisa jadi ini merupakan satu bentuk penyelewengan kekuasaan jabatan. Kekuasaan jabatan benar – benar di jadikan alat untuk ” merampok ” uang negara demi kepentingan nafsu pribadi dan keluarga. Pejabat merampok uang negara ( korupsi ) sebenarnya sudah merupakan menu sehari – hari yang kita lihat. Dari pusat hingga daerah prilakunya sama tidak jauh beda. Seperti menjadi keharusan prilaku kebudayaan di dalam birokrasi pemerintahan.
Berbagai macan trik permainan modus gaya mengakali uang negara mereka jagonya. Jangan lagi bertanya tentang rasa malu dan moralitas, itu semua tak ada dalam kamus kehidupan mereka. Pesan kotbah – kotbah keagamaan tidak lagi menjadi referensi spritual kesadaran kehidupan bahwa, yang namanya jabatan kekuasaan hanyalah amanah. Agama sebagai sumber moral spritual tidak lagi menjadi pilar utama kehidupan dalam berbagai macam aktivitas kegiatan.
Bisa jadi suara adzan tak lagi menggetarkan hati pikiran untuk merefleksikan bahwa, hakekatnya dunia ini hanyalah sementara bukan tujuan. Harta kekayaan semuanya, yang di capainya,di raihnya, di kejarnya siang dan malam akan di pertanggung jawabkan. Apakah dengan jalan kotor haram dzolim atau halal. Tak ada yang luput dari pertanggung jawaban akherat. Tak bisa lari apalagi bersembunyi.
Termasuk Haji – umroh apa yang dijalankan tetap dipertanggung jawabkan sumber pembiayaannya. Dan kini cenderung menjadi tren pola gaya hidup spritual yang juga di pamerkan di medsos tak beda dengan memarkan harta kekayaan. Perjalanan ibadah spritual tidak lagi menjadi wilayah suci keagamaan yang sakral. Budaya pamer ibadah spritual menjadi satu paradigma baru dalam masyarakat kita. Lagi – lagi medsos menjadi panggung untuk menunjukan semua itu.
Apa yang sesungguhnya terjadi di Kementerian Keuangan ( pajak – bea cukai ) sesungguhnya melukiskan semua struktur di semua kementerian hampir sama prilakunya. Prilaku birokrasi pemerintahan negara sesungguhnya secara moral sudah sudah lumpuh. Hulu hilir dari pejabat level tertinggi hingga terendah hampir sama. Tidak kita bayangkan berapa ribu triliun uang negara lenyap jika semua kementerian di audit di bongkar satu persatu.
Dan inipun menandakan sekaligus mempertegas bahwa, keberadaan fungsi hukum sebagai pilar utama penjaga moralitas bangsa tidak lagi memiliki marwah untuk bisa berdiri tegak. Keberadaan institusi hukum dalam pemberantasan korupsi melawan korupsi menjadi satu tanda tanya besar. Jangan – jangan prilaku (oknum) di institusi hukum penegak hukum sama prilakunya dengan apa yang kini terjadi di Kementerian Keuangan (pajak – bea cukai). Hidup mewah pamer harta yang semuanya juga tidak bisa di pertanggung jawabkan.
Jika semua institusi negara pemerintah hidup tanpa moral yang di pertontonkan oleh gaya hidup mewah para pejabatnya. Hukum tidak lagi menjadi panglima kehidupsn. Maka sesunggunya bangunan negara sudah runtuh ambruk dengan sendirinya. Puing – puing kehancuran negara tinggal menunggu waktunya. Negeri cambrut katulistiwa ini sedang sakit…