Loyalis Jokowi: Prabowo Pembantai Aktivis 98

Prabowo Subianto dituding sebagai pembantai aktivis 98 termasuk terlibat dalam penculikan terhadap orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah Orde Baru.

“Pesan saya untuk pejuang HAM. Doakan dan dukung korban pembunuhan aktivis 98 dibantai Prabowo. Mari melawan lupa,” kata loyalis Jokowi Jhon Sitorus di akun Twitter-nya @Miduk17.

Kicauan Jhon Sitorus saat Pemilu 2019 di mana ia menjadi pendukung Jokowi.

Prabowo Subianto disebut sebagai salah satu korban pelabelan yang dilakukan negara unipolar. Pelabelan terjadi karena Indonesia pernah menjadi korban campur tangan negara unipolar, salah satunya saat referendum Timor Leste.

“Kita pernah mengalami saat di Timor Timur, Timor Timur itu kita babak belur loh,” kata pakar pertahanan dan militer Connie Rahakundini dalam program Crosscheck Medcom.id bertemakan Suara Pembubaran PBB Muncul di Indonesia, Minggu, 29 Mei 2022.

Dia menyampaikan negara unipolar yang berperan sentral dalam referendum Timor Leste, yaitu Amerika Serikat. Negeri Paman Sam memaksa Indonesia dalam menyikapi upaya pemisahan diri Timor Leste dari NKRI.

“Begitu dilakukan siapa yang dianggap melakukan pelanggaran HAM paling berat? Kita juga” kata dia.

Para petinggi TNI juga tak lepas dari pelabelan HAM berat di Timor Leste, salah satunya, Prabowo. Pelabelan ini bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra itu menjadi presiden.

“Mungkin Pak Prabowo harusnya menjadi presiden kapan tahu kalau tidak ada mark pelanggar HAM terbesar dalam dirinya,” ujar dia.

Keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu menyatakan kecewa terhadap keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI.

Paian Siahaan, ayah dari mahasiswa Perbanas bernama Ucok Munandar Siahaan yang hilang karena menentang Orde Baru, menilai keputusan itu menghambat penuntasan kasus pelanggaran HAM yang menimpa anaknya.

Prabowo memiliki rekam jejak sebagai terduga pelanggar HAM terkait kasus penculikan aktivis dan mahasiswa menjelang demonstrasi anti-pemerintah pada 1998.

Keputusan itu juga mengikis harapan keluarga korban terhadap komitmen yang digaungkan Jokowi terkait isu ini pada 2014 lalu.

“Prabowo menjadi menteri pertahanan ini sangat menyakiti kami, khususnya kami keluarga korban tahun 1997-1998 karena itu lah dasar pemecatan Prabowo dari militer,” kata Paian di Jakarta, Kamis.

“Tidak mungkin kasus ini bisa dituntaskan dengan adanya pelaku (pelanggar HAM) di pemerintahan,” lanjut dia.

Ucok Munandar hilang sejak Mei 1998 dan belum diketahui nasibnya hingga saat ini.

Menurut Paian, salah satu teman kos Ucok melihat mahasiswa Perbanas itu dijemput oleh seseorang tidak dikenal pada malam hari, Mei 1998 lalu.

Prabowo saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus dan diduga bertanggung jawab atas penghilangan paksa 23 aktivis pro demokrasi lewat perintah kepada satuan khusus Kopassus, Tim Mawar.

Sembilan orang telah kembali, namun 13 orang lainnya termasuk Ucok belum diketahui nasibnya hingga kini.

“Status hukum dari anak kami harus jelas, di kartu keluarga masih tetap ada,” kata Paian.

Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai tuduhan dan kekecewaan terkait dugaan pelanggaran HAM oleh Prabowo tidak relevan.

“Kasus 1998 kan sudah diproses, diperiksa, Pak Prabowo tidak terlibat. Ini tidak relevan lagi, dan sudah beberapa kali dibahas,” kata Patria ketika dihubungi Anadolu.

Menurut dia, Gerindra mendukung komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

“Pasti dong (mendukung), semua masalah pelanggaran HAM masa lalu tetap jadi tugas pemerintah untuk diselesaikan, seperti yang disampaikan Pak Jokowi,” kata dia.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News