Joko Widodo (Jokowi) akan mewariskan berbagai persoalan setelah tidak menjabat sebagai Presiden Indonesia. Persoalan utang yang menumpuk menjadi tanggung jawab besar presiden selanjutnya.
“Jika Jokowi lengser bukannya mewariskan kemajuan, keadilan dan kesejahteraan, tapi keterpurukan. Hampir semua aspek kehidupan di rezim ini berantakan. Buta dan tidak sesuai realita kalau ada orang yang memuji-muji rezim Jokowi karena keberhasilannya,” kata pemerhati sosial dan politik Sholihin MS kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (8/3/2023).
Kata Sholihin, ekonomi mikro di bawah kepemimpinan Jokowi hancur lebur. Ditinjau dari sudut ekonomi makro, Indonesia ada pertumbuhan. Menurut Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Candra Fajri Ananda menyebutkan bahwa secara makro, kondisi ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain (maksudnya yang mengalami kemerosotan, pen)
“Tapi apa artinya ekonomi makro bertumbuh jika ekonomi mikro terpuruk ? Ekonomi mikro berkaitan langsung dengan hajat hidup rakyat, mulai dari geliat usaha yang lesu, daya beli masyarakat yang rendah, mencari kerja sulit, PHK massal di mana-mana, harga-harga barang melambung, sampai sulitnya mendapatkan bahan pokok dengan harga,” paparnya.
Menurut Sholihin, di era Jokowi korupsi sudah mendarah daging dan jadi budaya. Mulai dari pemimpin tertinggi sampai yang terendah terbiasa korupsi. Mulai dari keluarga Jokowi, keluarga Megawati, para pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara, para Menteri kabinet, para anggota Dewan ‘yang tercela’ (tidak layak disebut terhormat), para Ketum Parpol (tidak semuanya), sampai kepada pegawai eselon bawah dan terbawah.
“Sepertinya semua instrumen hukum di Indonesia saat ini benar-benar mandul, tidak bisa menjerat para koruptor (besar) secara frontal, sistemik dan efektif-efisien. KPK, MK, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, MA, dan Kepolisian menjadi lahan korupsi yang massif,” jelasnya.
Kasus korupsi yang menimpa pegawai pajak, Rafael (pegawai eselon III) hanyalah sebuah ledakan dari puncak gunung es. Padahal di bawah gunung penuh dengan aparat yang korupsi.
Sholihin mengatakan, sikap “islamopobia” dari rezim ini telah menempatkan Islam dan pengamal Islam yang istiqamah bukan sebagai mitra, apalagai referensi, tapi malah dijadikan sebagai “musuh” negara.
“Bahkan ada statemen dari Ketua BPIP, Yudian Wahyudi bahwa Agama adalah musuh Pancasila. Demikian juga statemen yang disampaikan Puan Maharani dari PDIP, bahwa Agama menghambat kemajuan. Makanya, dalam pandangan Megawati istiqamahnya Ibu-ibu ikut pengajian itu hal yang buruk, karena akan menelantarkan anaknya (stunting?),” ungkapnya.
Para ulama, sebagai anak-cucu para pahlawan kemerdekaan dan pendiri bangsa ini, yang nota bene telah berjasa kepada bangsa Indonesia malah dikucilkan, dipersekusi, dan dikriminalisasi.
“Hanya di era Jokowi kehidupan semakin sulit, keadilan menjadi barang langka, dan kesejahteraan makin hari makin sengsara dan menderita. Bukan itu saja, rakyat terus diperas dan dihisap darahnya sampai hampir kering. BBM makin tak terjangkau, pajak rakyat terus diulik agar menambah pemasukan negara, tidak peduli rakyat makin tercekik atau tidak,” pungkasnya.