Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mohammad Jumhur Hidayat mengeritik keras putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU agar menunda Pemilu hingga tahun 2025.
“Putusan itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin putusan sengketa (antara Partai PRIMA dengan KPU) seperti itu bisa mengganggu semua pihak di luar yang bersengketa? Lebih parah lagi, putusan ini bisa melewati ketentuan konstitusi yang mengharuskan Pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali,” kata Jumhur melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/3/2023).
Ia menilai, majelis hakim PN Jakpus yang menangani perkara itu, yang diketuai T Oyong dan beranggotakan H Bakri dan Dominggus Silaban, benar-benar buta hukum tata negara, sehingga membuat keputusan yang ngawur
Merujuk pada putusan itu, Jumhur mengatakan dirinya tak percaya bahwa majelis hakim itu berdiri sendiri (independen) dan bebas dari intervensi.
Dia bahkan curiga putusan PN Jakarta Pusat itu berada dalam satu orkestra dengan pihak-pihak dalam lingkaran pemerintahan Jokowi yang menginginkan penundaan Pemilu, dengan tujuan agar putusan itu dapat untuk dijadikan salah satu alasan untuk menunda Pemilu, sekaligus sebagai test the water untuk mengetahui tanggapan masyarakat.
“Kok semacam orkestra saja ya? Agak aneh kalau menyatakan bahwa keputusan hakim PN Jakarta Pusat itu berdiri sendiri, tanpa ada bisikan-bisikan. Terlebih lagi saya kenal persis siapa itu Agus Jabo, ketua umum Partai PRIMA yang berjejaring juga dengan kekuasaan. Dengan petitum yang disodorkan ke majelis hakim, harusnya dia tahu bahwa petitum itu anti demokrasi dan melawan konstitusi. Agus Jabo kan juga pejuang demokrasi,” sindir Jumhur.
Menurut dia, kalau Partai PRIMA merasa dizalimi oleh KPU, seharusnya KPU memberi kesempatan kepada partai itu untuk diverifikasi ulang, termasuk dengan pemberian sejumlah ganti rugi yang bisa digunakan untuk biaya persiapan verifikasi ulang itu.
Dia meyakini, jika bila terjadi penundaan Pemilu, maka akan terjadi people power karena pemilu adalah agenda sakral bangsa. Bahkan gerakan mahasiswa lebih dari setahun lalu telah menolak ide-ide semacam itu di 27 propinsi.
“Untuk gerakan buruh pun saya pastikan akan berbondong-bondong bersama mahasiswa mengepung DPR bila ada penundaan Pemilu karena akan mengganggu kepastian berusaha. Ujung-ujungnya kan buruh lagi yang dirugikan,” pungkas dia.
Seperti diketahui, Partai PRIMA menggugat KPU ke PN Jakpus pada 8 Desember 2022 karena merasa dirugikan oleh penyelenggara Pemilu itu saat verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai PRIMA, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.