Keppres No 17 Tahun 2022, Pengamat: Pemerintah Jokowi Ada Nuansa Memberi Angin kepada PKI

Ada nuansa memberi angin kepada PKI dalam Keppres No 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

“Pada masa Pemerintahan Jokowi ini ada nuansa memberi angin kepada PKI untuk merehabilitasi diri dan bangkit kembali. Muncul semangat untuk mencabut Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966 yang melarang PKI dan penyebaran faham Komunisme-Marxisme/Leninisme,” kata pengamat Politik dan Kebangsaan Rizal Fadhillah kepada redaksi www.suaranasional.com, SEnin

Kata Rizal di era Jokowi, kader atau keluarga PKI berada di Parlemen dan jabatan Pemerintahan, larangan sweeping simbol PKI dengan alasan demokrasi serta keluarga PKI yang dibolehkan masuk TNI.

“Pembelian lukisan mahal “Petruk dadi Ratu” dari mantan Seniman Lekra sayap PKI dinilai bentuk simpati. Hingga kini belum ada satu katapun dalam pidato Presiden Jokowi tentang perlunya mewaspadai bahaya PKI dan Komunisme,” ungkap Rizal.

Rizal mengatakan, tidak masuk Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 dalam konsiderans RUU HIP, pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, Pancasila 1 Juni 1945 serta minimalisasi fungsi agama adalah indikasi adanya upaya agar RUU ini menjadi “pintu ideologis” bagi komunisme atau sekurang-kurangnya ideologi kiri untuk menginfiltrasi atau mendominasi. Untunglah gerakan MUI dan kekuatan umat Islam berhasil menggagalkan.

Buku anggota DPR RI “Aku Bangga Menjadi Anak PKI” merupakan cermin dari atmosfir ruang terbuka bagi penerimaan dan kebangkitan PKI di rezim Jokowi. Keppres penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat untuk peristiwa tahun 1965 menjadi bagian dari agenda itu. PKI dianggap sebagai korban.

“Mahfud MD minta masyarakat agar percaya kepadanya bahwa Keppres 17 tahun 2022 itu bukan untuk menghidupkan PKI, masalah utamanya saat ini adalah siapa yang percaya?” tanya Rizal.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News