Makar dan Pelacur Politik

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Umumnya politisi indonesia memahami politik dari dunia praktis. Hanya hitungan jari politisi yang memahami politik dari dunia akademik: teori dan praktek & pernah belajar ilmu politik. Di negara-negara maju, teori diilhami oleh praktik. Sebaliknya di negara berkembang, praktik diilhami oleh teori. Gimana dengan Indonesia? Politisi merasa pintar, sehingga lain sekolahnya lain bicaranya. (DR. Mulyadi – Februari 2023)

Undang-Undang Pemilu dijadikan salah satu alat untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden. “Republik kita ini sedang sakit dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Undang-Undang Pemilu yang selalu “disempurnakan” oleh DPR setiapkali menjelang Pemilu. “Disempurnakan buat siapa ? Disempurnakan agar partai pemenang lebih menang lagi ?

Banyak “pelacur politik” di dalam partai politik. Orang-orang ini resminya anggota suatu partai tetapi tunduk pada pihak lain.

Pemilu merupakan bagian dari perangkat konstitusi, merusak konstitusi merupakan tindakan tercela tiada ubahnya dengan “pelacur politik”.

Bung Hatta sendiri kerap memberikan penyadaran, bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah sering terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap konstitusi.

Membuat rakyat sadar akan konstitusi, lanjut Bung Hatta, adalah hal yang sangat penting dalam negara yang demokratis dan menegakkan hukum. Sehingga dengan demikian rakyat akan menyadari penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah.

“Kita tidak hanya punya konstitusi, tetapi kita juga harus punya kesadaran berkonstitusi.” tegas Bung Hatta.

Di Amerika Serikat tugas utama seorang presiden adalah melindungi konstitusi dan melaksanakan undang-undang. Desakan impeachment atau pemakzulan terhadap sejumlah presiden yang melanggar konstitusi disana sudah merupakan hal biasa, karena demokrasi dan penegakan hukumnya berjalan beriringan.

Disini saat ini malah muncul keinginan dari penguasa istana yang didukung oleh partai politik, untuk melanggar konstitusi, berupa perpanjangan masa jabatan presiden, serta adanya wacana mengenai penundaan Pemilu.

Kenapa dari mereka muncul tindakan yang melecehkan konstitusi ?

Pertama, karena banyak elite penguasa dan ketua umum partai di Indonesia saat ini yang memiliki komorbid, yaitu penyakit bawaan berupa kasus-kasus hukum yang belum tuntas atau diambangkan.

Sehingga mereka tersandera, gampang diperintah untuk mendukung kudeta konstitusi. Kasus-kasus hukum mereka seperti korupsi dan perbuatan tercela lainnya dibarter dengan dukungan kudeta terhadap konstitusi.

Kedua, berkembang dugaan munculnya wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini berkaitan dengan kekhawatiran kalau Presiden Jokowi menyelesaikan masa jabatannya dalam dua periode, diduga akan muncul gelombang tuntutan hukum dari masyarakat atas berbagai kebijakan yang merugikan rakyat yang dilakukannya selama berkuasa.

Ketiga, mereka berpolitik tidak berbekal basis pemahaman sejarah. Politik direduksi jadi seni menipu rakyat. Sebagai teknik transaksi bukannya etik. Mereka bermaksud menunggangi wacana Amandemen UUD 1945 untuk menyelundupkan agenda gelap, yaitu perpanjangan masa jabatan presiden.

Jadi, esensinya, konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi mereka lecehkan sebagai sekedar sarana untuk merebut kedaulatan rakyat.

Kini saatnya elemen-elemen pro demokrasi menyelamatkan konstitusi yang sedang terancam oleh kudeta para begundal makar konstitusi.

Tokoh nasional Dr Rizal Ramli yang sejak awal mencermati gejala yang akan berimbas pada kehancuran konstitusi ini secara gamblang sudah memperingatkan kepada Jokowi, untuk hari hati jangan bertindak sembrono.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News