Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra bersikap aneh yang memberikan pembelaan terhadap Perppu Cipta Kerja.
“Dalam proses semua ini kehadiran Yusril sebagai pembela Perppu menjadi aneh. Belum reda diskursus Malaikat menjadi Iblis jika berada dalam sistem, kini ramai dan liar diskursus Perppu. Mungkin akan terus menggelinding menjadi bola panas,” kata Pemerhati Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (8/1/2023).
Rizal mempertanyakan pembelaan Yusril bahwa Perppu Cipta dikeluarkan karena situasi genting dan memaksa.
“Perppu Cipta Kerja ini adalah menindaklanjuti perintah MK maka pertanyaannya adakah situasi “genting dan memaksa” yang mendasarinya ? Bukankah Pemerintah dapat mengajak DPR untuk membahas kembali UU Cipta Kerja yang harus diperbaiki tersebut?” tanya Rizal.
Rizal mengatakan, berdasarkan fakta hukum, Perppu itu melanggar Konstitusi karena negara tidak dalam keadaan darurat.
“Untuk ‘emergency law’ maka Perppu No 2 tahun 2022 itu tidak memenuhi syarat. “Stastsnood” tidak ada, karenanya “Staatsnoodrecht” pun tidak dapat diberlakukan,” tegasnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sudah sesuai prosedur dan perintah Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dari segi prosedur, tidak ada yang salah dari produk hukum itu. Karena perintah dari MK itu memperbaiki,” katanya dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis malam, 5 januari 2023.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menjelaskan dalam hal memperbaiki, dapat melalui mekanisme DPR atau Presiden mengambil inisiatif atau Presiden yang mengeluarkan Perppu. “Nantinya Perppu itu dipertimbangkan oleh DPR, apakah disahkan menjadi undang-undang atau tidak,” ujar Yusril.
MK memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja, cacat secara formil. Lewat Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam dua tahun.
“MK telah menyatakan UU itu inkonstitusional secara bersyarat, tapi tidak dibatalkan. Pemerintah dan DPR diberikan waktu dua tahun untuk memperbaiki prosedur pembentukan terharap UU Cipta Kerja,” kata mantan anggota DPR itu.
Menurut Yusril, sebenarnya pemerintah masih punya waktu sampai November 2023. Tetapi, tentu ada pertimbangan spesifik dari pemerintah sehingga menerbitkan Perppu Cipta Kerja.
Secara teoritis murni, kata dia, Perppu itu bukan merupakan langkah yang tepat. Tetapi kalau melihat kepentingan pemerintah dalam melaksanakan satu kebijakan dan mengantisipasi satu perkembangan, mau tidak mau, pemerintah harus bertindak cepat.
“Kalau saya dalam posisi menjalankan roda pemerintahan, saya tidak memiliki pilihan, memang harus bertindak cepat dan Perppu merupakan satu pilihan,” ujar Yusril.