Rezim ini merupakan terburuk yang pernah ada di Indonesia dan diduga melanggar konstitusi seperti menerbitkan Perppu Cipta Kerja (Cipta Kerja). Padahal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memita UU Cipta Kerja untuk diperbaiki.
“Jokowi memuncaki kekuasaan penyelenggaraan negara, presiden yang dijuluki oleh majalah Tempo sebagai Pinokio. Nyaris dan kemungkinan bisa dipastikan publik sebagai rezim terburuk yang pernah ada di Indonesia,” kata Eks Presidium GMNI Yusuf Blegur kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (6/1/2022).
Kata Yusuf, presiden dan gerombolan kekuasaan dalam kabinet pemerintahan menjadi identik dengan komunitas kebohongan dan hipokrit. Ahli menyamar dan pencitraan, rezim yang tampilan dan isinya bobrok ini terlalu piawai untuk menyampaikan kata-kata yang sangat bertolak-belakang dengan faktanya.
“Manipulatif dan sarat kamuflase, aparatur elit negara sering menyalahkan kebenaran dan membenarkan kesalahan. Nilai-nilai dan hukum ditentukan oleh keinginan serta bergantung dari selera kekuasaan. Rakyat begitu miris dan memprihatinkan, memberikan semua kewenangan dan otoritas penyelengaraan negara kepada para penjahat dengan legalitas dan legitimasi yang bersumber dan memanfaatkan demokrasi,” ungkapnya.
Kata Yusuf, kekuasaan Jokowi yang korup, gaya kepemimpinan diktator dengan membajak konstitusi dan mengebiri demokrasi. Tak cukup hanya meminggirkan peran agama, rezim juga membawa rakyat pada kecenderungan totatalitas kapitalisme dan komunisme. Liberalisasi dan sekulerisasi terus dipaksakan mulai dari pikiran, hati sanubari dan gaya hidup rakyat yang tidak lagi berpijak pada keyakinan-keyakinan spitritualitas.
Rakyat terus diprovokasi oleh budaya hedon tapi sejatinya terbelakang mengalami kemunduran peradaban. Sistem dan kepemimpinan yang tidak perform, membuat rakyat hanya pada pilihan menjadi hidup tunduk tertindas sebagai budak di negeri sendiri atau mati karena menolak dan melawan todongan laras senjata syahwat kekuasaan.
“Pemerintahan yang gila harta dan jabatan, sejatinya lemah namun berlagak seperti Tuhan menjadi pengikut dan menyerupai Firaun zaman modern. Seperti itulah realitas yang dihadapi rakyat, menghadapi pemimpin dan para kolaboratornya yang susah payah dilahirkan dan dibesarkan dari rahimnya sendiri,” jelasnya.
Menurut Yusuf, rezim kekuasaan 2 periode bagaikan menghadirkan penderitaan rakyat berabad-abad seperti masa kolonialisme dan imperialisme lama. Utang negara yang terus membengkak menjadi beban yang mencekik rakyat. Eksploitasi kekayaan alam membabi-buta yang tak pernah dinikmati rakyat. Upeti tinggi bak rentenir yang dipungut dari rakyat diperhalus dengan istilah pajak. Daya beli rakyat yang lemah tak sebanding dengan kenaikan harga sembako, tarif listrik dan BBM.
Wabah PHK dan angka kemiskinan yang semakin melonjak menjadi paralel dengan peningkatan kekayaan dan gaya hidup mewah para pejabat.
Belum lagi kriminalisasi para ulama, tokoh dan aktifis pergerakan yang kritis, seakan mempertontokan perilaku rezim kekuasan yang angkuh dan arogan. Pemberlakuan KUHP yang baru dan pemaksaan omnibus law menumpang PERPPU, semakin paripurna menghancurkan konstitusi dan membunuh demokrasi. Tak cukup sekedar bertangan besi, rezim kekuasaan bersama ternak-ternak oligarki lainya seperti buzzer dan haters terus melakukan pembelahan pada rakyat.
“Rakyat diadu domba dan membuat konflik horizontal, menggiring dan semakin memicu degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Islam sering dihina dan dinista. Namun terlalu banyak potensi ekonomi umat Islam yang dimanfaatkan dan dieksploitasi untuk kepentingan politik praktis rezim, seperti dana haji, zakat, pengumpulan swadaya dan pemberdayaan dana sosial dlsb,” pungkasnya.