Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan sinyal reshuffle kabinet terutama menteri dari NasDem justru akan menambah eskalasi suhu politik.
“Tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet. Karena itu, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari NasDem. Kalau itu tujuannya, bisa saja ekskalasi suhu politik akan meningkat,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (25/12/2022).
Suhu politik makin meningkat dengan reshuffle kabinet menteri dari NasDem, kata Jamiluddin Sebab, partai yang didirikan Surya Paloh itu merasa berkeringat menjadikan Jokowi presiden.
“Bahkan bisa saja Jokowi akan dinilai sosok yang lupa kacang akan kulitnya. Tudingan seperti itu tentu tidak mengenakan bagi sosok yang masih mengedepankan etika politik,” paparnya.
Karena itu, Jokowi kalau pun akan mendepak menteri dari kabinet, khususnya dari NasDem, seyogyanya ada dasar yang rasional. “Hal itu tentu tidak mudah. Semoga Jokowi tidak ceroboh dan mengedepankan politik pragmatis. Hal itu akan menjauhkan Jokowi dari sosok negarawan,” ungkap Jamiluddin.
Kata Jamiluddin, ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi. Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle bila kinerja kabinet rendah. Indikasi itu akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kenerja kabinet.
Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politica. Hasil surveinya justru 72,9 persen responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin.
“Karena itu, menjadi aneh kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Kesannya, data hasil survei ini tidak konsisten,” paparnya.