Oleh Asyari Usman
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang dilanda krisis besar. Pucuk pimpinannya sedang menghadapi tuduhan skandal gratifikasi seks. Padahal, lembaga ini adalah salah satu yang penting di Indonesia. Bahkan teramat penting. Sebab, KPU punya wewenang untuk menentapkan siapa-siapa yang akan duduk di DPR dan siapa yang akan menjadi presiden lewat pemilu.
Pimpinan KPU, terutama ketuanya, perlu senantiasa berada dalam kondisi integritas yang tidak cacat. Grafitiasi seks dengan imbalan Partai Republik Satu (PRS) diloloskan dalam verifikasi administrasi, diungkapkan sendiri oleh ketua umumnya, Hasnaeni Moein. Dia membeberkan kepada tim pengcaranya yang dipimpin Dr Farhat Abbas SH MH tentang kronologi “cicilan seks” dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ari.
Hari Kamis (22/12/2022) Hasyim dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP) dengan dugaan telah menyalahgunakan posisinya sebagai ketua KPU untuk mendapatkan gratifikasi seks. DKPP berjanji akan melakukan penyelidikan terhadap laporan perbuatan asusila ini.
Di depan para pengacaranya, Hasnaeni mengaku dijanjikan oleh Hasyim lolos di tahap verifikasi administrasi dengan imbalan seks. Hasilnya, PRS lolos. Namun, di tahap verifikasi faktual partai ini gagal.
Menurut Hasnaeni –yang dijuluki “Wanita Emas”– dia mengalami pelecehan seksual oleh HA berulangkali. Hal ini dia jelaskan kepada Farhat.
Seperti dilaporkan CNNIndonesia, mengutip penjelasan Farhat Abbas, dugaan gratifikasi seksual itu berlangsung lebih 10 kali. Yaitu, pada 13 Agustus 2022, 14 Agustus 2022, 15 Agustus 2022, 17 Agustus 2022, 18 Agustus 2022, 21 Agustus 2022, 22 Agustus 2022, 23 Agustus 2022, 25 Agustus 2022, 27 Agustus 2022, serta 2 September 2022 di lima tempat berbeda.
Hasnaeni mengatakan dia memiliki bukti-bukti yang sangat kuat. Termasuk percakapan WA dan foto-foto yang menunjukkan kebersamaan dia dengan Ketua KPU.
Laporan ini sangat serius. Hasnaeni pastilah memahami risiko hukum yang serius pula kalau dia mengarang-ngarang cerita.
DKPP mengatakan mereka akan melakukan penyelidikan tetapi hasilnya tidak bisa cepat. Publik akan mengikuti dengan cermat tindakan DKPP dalam menangani dugaan gratifikasi seks ini. Karena itu, semua personel DKPP harus bekerja profesional, jujur dan adil.
Perlu diingatkan agar DKPP tidak coba-coba bertindak untuk melindungi Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Pasti akan kelihatan. Rakyat mengikuti kasus ini dengan cermat.
Ada baiknya Hasyim dinonaktifkan supaya penyelidikan tidak berjalan lancar. Tanpa bayang-bayang kekuasaan.
Di pihak Hasyim sendiri seharusnya sudah ada langkah ke arah pengunduran diri. Tidak perlulah harus dipecat dengan tidak hormat. Cukuplah Hasyim menggunakan pertimbangan yang jernih dan memahami keinginan publik.
Jika benar terjadi, gratifikasi seks sangatlah tercela. Ketua KPU tidak punya tempat lagi untuk melanjutkan jabatannya.
Tidak hanya dugaan imbalan seks. Ada isu lain yang juga sangat terkutuk. Yaitu, dugaan bahwa KPU pusat melakukan intimidasi terhadap para komisioner KPUD di beberapa daerah agar menjadikan sejumlah partai yang “tak memenuhi syarat” (TMS) dijadikan “memenuhi syarat” (MS).
Sejumlah komisioner KPUD provinsi dan kabupaten melawan perintah KPU pusat. Para anggota KPUD mengatakan mereka diancam dengan tindakan yang aneh tapi sangat seram. Bahwa mereka akan dimasukkan ke rumah sakit. Belum ada yang bisa menjelaskan apa kira-kira maksud ancaman ini.
KPU perlu diselamatkan untuk pemilu 2024. Masih ada waktu untuk melepaskan lembaga ini dari kebejatan individual. Bersihkan KPU pusat dari pejabat-pejabat yang bermental korup.
Cukuplah sampai di sini prahara KPU yang disebabkan oleh Hasyim Asy’ari. Game over untuk Anda. Tak layak dilanjutkan.[]
24 Desember 2024
(Jurnalis Senior FNN)