Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Pada 1957 UGM mengadakan Seminar untuk membahas Pancasila sebagai Landasan Negara RI. Prof Notonagoro adalah pembicara pada seminar tersebut, menyimpulkan bahwa Pancasila adalah norma fundamental Negara yg merupakan dasar hukum UUD 1945.
Pancasila merupakan fundamen moralitas -Ketuhanan YME, fundamen politik – Perikemanusiaan, persatuan, dan permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UUD 1945 Asli Psl. 1:(2) berbunyi “kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Psl. ini yang diganti pada amandemen ke 3 menghilangkan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat dan menjadikan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif sbg kedaulatan rakyat.”
Kalau ada yang tidak setuju kembalikan kedaulatan rakyat ke tangan rakyat, adalah pendukung dari amandemen yang telah hilangkan kedaulatan rakyat.”.
Dalam Pembukaan dan UUD 1945 yg dikenal dengan Geistlichen Hintergrund ( suasana kebatinan Undang-Undang Dasar (UUD) ) yang tercantum dalam Aturan Tambahan tentang UUD 1945 justru dihapus.
Sehingga interpretasi tentang pasal pasal dalam UUD tidak lagi difahami oleh pejabat negara kita.
Salah satu contoh kesalahan interprestasi Majlis hakim MK ketika membuat putusan ttg UU No 7 Ps 222, yg bertentangan dg semangat demokrasi karena adanya Presidential Treshold 20 persen yang bertentangan dengan semangat demokrasi dlm UUD 1945 asli
Kedaulatan rakyat menurut UUD 1945
adalah mencakup 3 bidang yaitu 1. Mengubah dan menetapkan UUD; 2. Menyudun GBHN dan 3. Memilih dan
atau menetap-kan Pres/ Wapres.
Sekarang 2. dan 3. dicabut. Dan karena anggota MPR tidak sesuai dengan ketentuan aslinya, maka sebenarnya MPR bukan perwujudan dari rakyat Indonesia yang punya kewenangan mengubah dan menetapkan UUD.
Karena itu Ps 3 UUD 2002 bertentangan dg kedaulatan rakyat. Jadi kedaulatan rakyat sudah dilumpuhkan. Otomatis MPR RI sudah lumpuh total ..