Polisi telah dimanfaatkan presiden untuk meraih dan mengamankan kekuasaan. Polisi dengan kewenangan yang berlebih ikut bermain politik.
“Karena selama ini Polri memang dijadikan alat Presiden untuk meraih sekaligus mengamankan kekuasaannya,” kata mantan Komandan Marinir Letjen (Purn) Suharto saat menjadi nara sumber diskusi bertajuk “Tegakkan Martabat Bangsa: Reformasi Total Polri Dimulai Dengan Audit Satgassus Merah Putih Segera” di Jakarta, Selasa (25/10/2022).
Kata Suharto, kalau hanya mendengungkan reformasi Polri itu sama saja mengikuti keinginan pemerintah. “Yang harus dilakukan adalah mereformasi pemerintahan secara keseluruhan,” ungkapnya.
Artinya, harus dilakukan revolusi. “Rakyat harus bersatu untuk bergerak melakukan revolusi untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah sangat carut-marut ini,” tandasnya.
Suharto berharap revolusi bisa menghasilkan kesepakatan agar Bangsa Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 yang asli.
Sedangkan pembicara lain, Marwan Batubara mengungkapkan, ada dugaan Satgasus berperan menjadi salah satu organ penting untuk mensukseskan Capres-Cawapres dukungan rezim oligarkis, termasuk dalam mengepul dana dan promosi media secara massif.
Satgasus terindikasi pula terlibat dalam kasus pembantaian enam pengawal HRS di KM 50 jalan Tol Jakarta Cikampek. Dalam kasus ini, Sambo berperan sebagai pimpinan penanganan kasus dengan didukung oleh sekitar 30 anggota Satgasus. Modus manipulasi serta rekayasa kasus dan penghilangan barang bukti, hingga penggusuran TKP seperti terjadi pada rest area KM 50, merupakan hal yang sudah biasa dilakukan .
“Dengan berbagai kejahatan berkategori mafia di atas, termasuk kejahatan politik, maka pembubaran Satgasus oleh pemerintah melalui Kapolri Sigit, tanpa pertanggungjawaban, pada 11 Agustus 2022 yang lalu, sangat tidak cukup. Sepak terjang Satgasus jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan hukum yang berlaku. Dan rakyat pun jelas menolak sikap dan kebijakan pemerintah tersebut,” pungkasnya.