Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dilengserkan seperti Soeharto terlebih situasi politik dalam negeri dan kondisi global yang tidak memberikan dukungan terhadap mantan Wali Kota Solo itu.
“Presiden Jokowi secara periodik sesuai konstitusi akan berakhir pada tahun 2024, tidak hati-hati melihat eskalasi politik, bukan tidak mungkin hal buruk terjadi dengan perubahan sosial seperti Soeharto dilengserkan pada tahun 1998,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (22/10/2022).
Kata Sutoyo, Jokowi terus menerapkan laku tirani, zalim dan memaksakan kebijakan yang tidak rasional dan ditolak rakyat, seperti perpindahan Ibu Kota Negara (IKN), Kereta Cepat Jakarta – Bandung, tol Sumatera, dan berbagai ambisi pribadi untuk meninggalkan heritage akan membentur pada dirinya.
“Ambisi dari kepemimpinannya akan beresiko, membekas – meninggalkan bekas baik atau buruk. Akan dikenang oleh manusia sebagai pahlawan atau pecundang semua alamiah tidak akan bisa di rekayasa. Mungkin saja bisa dipermak seperti mengkilap saat masih berkuasa, saatnya tiba semua akan kembali kepada warna asalnya hitam atau putih,” tegas Sutoyo.
Sutoyo mengatakan, dugaan ijazah palsu, kebohongan-kebohongan mulai terbongkar satu persatu bahkan hampir habis terkuak, tidak ada lagi ruang atau tempat pencitraan.
“Semua diingat dan dicatat oleh rakyat Indonesia. Pada gilirannya tentu “magma” amarah ini tidak bisa ditahan dan terjadinya revolusi sosial,” paparnya.
Terbongkarnya “borok “ Polri sebagai lembaga superbody dengan kasus Sambo, Teddy Minahasa, dan tragedi Kanjuruhan, aparat kepolisian penjual narkotika, sikap dan perilaku yang cenderung “kelewat batas”.Terseret masuk menjadi bagian dari oligarki sebagai alat politik penguasa.
“Ditunjukkan kembali dengan terjadinya tragedi Kanjuruhan yang memakan korban 132 orang suporter Aremania Malang, sampai saat ini tidak ada yang bertanggung jawab,” ungkapnya.
Kata Sutoyo, kekebalan hukum diperlihatkan dengan “mandegnya” pengusutan terbunuhnya 6 anggota FPI di Jalan Tol Km.50. Tokoh-tokoh oposisi di penjara dengan seenaknya, sementara Buzzer yang jelas-jelas kriminal tidak disentuh Polri.
Anomali ketidakadilan, ketidakjujuran, kesombongan, kebohongan dipertontonkan secara fulgar. Kering kerontang dari nilai nilai ilahiyah, semua diterjang tanpa beban dan tidak mengenal akan datang pengadilan di alam pengadilan Tuhan YME.
“Keadilan lenyap dalam bingkai kekuasaan yang telah menjadi hukum, kezaliman terjadi dimana mana. Seolah olah semua tanpa nilai, cinta kasih menguap, tugas mengayomi, melindungi rakyat sesuai tujuan negara dalam Pembukaan UUD 45 sirna, mengira Tuhan sudah tiada sebagaimana paham komunis,” paparnya.
Jika kekejaman dan kezaliman terus berlanjut akan sampai pada Presiden RI, karena semua Presidenlah yang paling bertanggung jawab (baik di dunia dan di akhirat). “Rakyat berhak mengambil alih dan mencabut mandat kekuasaan yang diberikan rakyat kepada Presiden,” pungkas Sutoyo.