Jakarta- Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) yang didirikan sejak tahun 1968 merupakan organisasi hobi yang bersifat mandiri dan non-politik, dan memiliki semangat persahabatan dan persaudaraan yang tinggi, serta selalu siap sedia memberikan dukungan komunikasi sebagai cadangan nasional di bidang komunikasi radio.
Namun sayangnya, karena ambisi dan masuknya kepentingan politik, pada MUNAS XI ORARI yang diselanggarakan tanggal 26-28 November 2021, dimana telah terjadi pemaksaan kehendak yang berakibat pada timbulnya kericuhan pada MUNAS, sehingga mengakibatkan kegagalan MUNAS XI ORARI karena pada tanggal 27 November 2021 MUNAS dihentikan aparat Kepolisian. Adapun kelompok yang hendak memaksakan kehendak tersebut kembali berulah dengan mengadakan MUNAS Lanjutan pada tanggal 11-12 Desember 2021 di Bengkulu, yang pelaksanaanya melanggar AD/ART ORARI, sehingga berakibat munculnya gugatan TUN melawan Kemenkominfo dan juga terhadap kemenkumham, serta gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Denpasar, mengenai legitimasi keabasahan keberlangsungan MUNAS Lanjutan di Bengkulu, yang saat ini baik gugatan TUN maupun gugatan Perbuatan Melawan Hukum tersebut sedang dalam proses banding. Selain gugatan tersebut, juga dilakukan Gugatan TUN melawan Dirjen SDPPI yang sedang menunggu agenda Putusan, demikian disampaikan Febry Arisandi, SH dari Sandiva Legal Network kepada awak media yang menghubunginya, Senin, 17/10/2022 di Jakarta.
“Pada prinsipnya kami akan mendampingi Klien sesuai koridor hukum yang berlaku di Indonesia, untuk menyelesaikan permasalahan ini sampai dengan tercapainya inkracht, atau keputusan yang berkekuatan hukum tetap” ungkap Febry Arisandi, SH dari Sandiva Legal Network.
Menurut Febry, selama proses persidangan baik pada gugatan TUN terhadap Perkara No. 22/G/2022/PTUN-JKT maupun Gugatan TUN atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-0000173.AH.01.08 Tahun 2022, serta gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri Denpasar dengan register Perkara Nomor 47/Pdt.G/2022/PN.Dpn, pihaknya senantiasa bekerja keras untuk menyampaikan fakta hukum beserta bukti serta saksi yang mendasarkan pada ketentuan yang terdapat pada AD/ART ORARI dan juga UU Ormas, serta Permenkumham Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, sebagai dasar keluarnya penerbitan SK Menkumham tersebut, dengan harapan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut dapat mengabulkan gugatan kliennya. Namun ternyata, Majelis Hakim mengeluarkan keputusan yang di luar dugaan menolak gugatan tersebut, sehingga perjuangan untuk meraih keadilan guna mengembalikan marwah organisasi ORARI berlanjut dengan mengajukan memori banding terhadap keputusan Majelis Hakim tersebut.
“Ya, masih panjang langkah perjuangan ini, yakni masih ada proses Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali sampai dengan keputusan inkracht dari Mahkamah Agung. Jika keputusan sudah Inkracht, maka tentunya perjuangan kami untuk menegakkan hukum dalam permasalahan sengketa di ORARI sudah selesai,” tukas Febry Arisandi, SH dari Sandiva Legal Network.
Sementara itu, Febry juga mengingatkan bahwa sebelum adanya Putusan yang berkekuatan hukum tetap, demi melindungi hak-hak seluruh anggota ORARI seharusnya Menkominfo dan Dirjen SDPPI memberhentikan semua aktifitasnya dan tidak membuat kebijakan yang berat sebelah atau berpihak pada Pengurus ORARI hasil MUNAS Lanjutan, yang memperkeruh suasana dan menimbulkan persoalan baru yang menghambat penyelesaian sengketa, serta memperuncing kondisi yang bisa berdampak pada timbulnya konflik di tingkat akar rumput antara anggota ORARI, serta mengganggu aktivitas pelayanan keanggotaan maupun aktivitas pelayanan masyarakat yang membutuhkan dukungan komunikasi dari anggota ORARI, khususnya yang ada di daerah.
“Mari kita sama-sama menghormati proses upaya hukum yang sedang berlangsung dalam penyelesaian permasalahan sengketa hukum di tubuh keluarga besar ORARI; Jangan ada intervensi hukum, dan jangan ada pula intervensi kekuasaan yang mengotori proses peradilan di negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Mari bersama-sama kita jaga marwah hukum sesuai khitahnya yang mengayomi kehidupan masyarakat,” pungkas Febry Arisandi, SH dari Sandiva Legal Network.