Oleh: Memet Hakim (Pengamat Sosial)
Ya memang betul saya benci HRS, akibat seringnya membaca berita tentang HRS dan FPI nya yang miring semua. Tapi itu dulu, saat belum mengenalnya. Rasanya semua berita di TV atau koran semuanya tidak ada yg positip, se-olah2 HRS dan FPI nya itu gerombolan manusia yg setiap saat membuat kerusuhan.
Aksi Bela Islam tanggal 4 November 2016, saya hadir di masjid Istiqlal untuk lanjut ke Monas. Disitulah melihat HRS pidato secara langsung, orasinya biasa saja menjelaskan tentang tujuan aksi, tapi suaranya keras. Apa yg disampaikan HRS sama sekali normatif tidak ada yg radikal atau ektrim, hanya saja intonasinyanya yang membuat kita yang mendengar tidak mengantuk. Jama’ah yg ada disekitar saya, semua menunggu, sama rupanya ingin melihat HRS walau dari kejauhan. Ooh rupanya ini yg suka diplintir oleh media2 saat itu.
Sejak saat itu saya berubah sikap, justru ingin membantu HRS untk meluruskan persepsi masyarakat, termasuk keluarga sendiri. Alhamdulillah Allah telah membuka pikiran saya sehingga saya sadar apa yg pikirkan terhadap beliau itu salah besar.
Pertemuan kedua di suatu hotel Madinah saat umrah tahun 2017, HRS didampingi beberapa ulama sedang makan siang. Saat bicara sungguh santun dan ramah, pertemuan ini yg memantapkan gambaran HRS selama ini keras dan jahat ternyata baik, berisi, benar dan humble. Sungguh framing penguasa dan media menyesatkan.
Saat pulang dari Makkah beliau disambut jutaan orang di Jakarta dari berbagai daerah. Mungkinkan orang jahat disambut sedemikian rupa ? Yg sempet salaman dan cium tangan, bukan main gembiranya. Bahkan ada Kiayi terkenal dari Jawa Barat cerita ber-kali baha beliau sepat cium tangan dan memeluknya. Begitu berharganya ulama sekaliber HRS dimata ulama yang lain, masya Allah
Ada seorang dokter spesialis bersama istrinya ikut menjemput, tapi hanya dapat melambaikan tangan dari pinggir jalan, begitu bahagianya mereka. Saat bertemu cerita itu lagi. Dari santri sampai ulama semua mencintai HRS, padahal beliau bukan pejabat atau pemimpin formal, apalagi orang partai. Itulah sekelumit kesan yang mendalam tentang HRS, orang yang begitu baik kok bisa2 nya dibenci pemimpin negeri ini. HRS bukan penjahat, pembunuh, koruptor, penipu atau tukang fitnah, tapi justru karena kebaikannya itu membuat penguasa jadi gerah. Aneh juga ya.
Pertemuan ketiga setelah keluar dari tahanan, pada Agustus 2022, ini betul2 bertemu bersalaman dan sampai foto bersama teman2 lainnya. Sungguh berbeda dengan yang digambarkan oleh aparat dan media plat merah. Beliau orang yang taat hukum dan berhati bersih, tidak salah jika banyak pengagumnya.
HRS seorang ulama yang sangat menguasai al Qur’an, sunnah dan tafsirnya. Ulama sekaliber beliau ini ternyata juga ahli Pancasila dan tata negara, masya Allah. Para ulama di lingkungan HRS, semuanya menguasai secara detil tentang UUD 45 dan Pancasila. Walau selalu berkutat dalam bidang agama, mereka adalah nasionalis sejati yang agamis, itulah yang saya ketahui setelah mengetahui lebih dalam. Ulama aswaja seperti ini yg membedakan dengan ulama lainnya, mereka pahan tentang kenegaraan, perundang undangan, sehingga ketika mereka ini akan dijauhkan dari politik, tentu saja akan menolak, karena rasa cintanya pada negeri dan rakyat.
Cerita FPI lebih mengharukan, bagaimana mungkin organisasi yg sebaik ini dikenal sampai ke luar negeri, bisa dibubarkan. Kepolisian harusnya berterimakasih pada FPI, karena pada dasarnya FPI banyak membantu tugas kepolisian. Tapi anehnya justru sebaliknya yang terjadi. Saya baru paham setelah kasus FS terbongkar, rupanya judi, narkoba, prostitusi adalah bisnisnya polisi juga. Polisi baik tentu akan merasa dibantu dengannya laskar ini, sebaliknya yg melindungi, bahkan ikut melakukannya pasti tidak suka. Dunia memang sudah terbalik.
Saat berkesempatan “baksos” ke daerah bencana di kabupaten Bogor, kami melihat sendiri betapa personil FPI lah yg mampu mengirimkan bantuan pangan ke pelosok desa yg terputus jalannya. Mereka sanggup berjalan 8-10 jam pp hanya utk mengantarkan beras seberat 5 kg yg kuat mereka pikul. Posnya paling ujung, tapi pos ini paling ramai dikunjungi para pemberi bantuan. Banyak cerita mengharukan di berbagai bencana Alam.
Dari pengalaman personel FPI yg datang ke lokasi bencana, tidak berani mengambil sumbangan atau bantuan makanan atau lainnya untuk korban. Mereka baru menerima makanan dan minuman setelah ada ijin dan ijab kabul. Ahlak mereka sungguh baik sekali.
Mereka selalu datang paling awal jika ada bencana. Pada bencana banjir di Tanjung sari, para personil FPI ini sampai diusir oleh aparat, tapi rakyat yang mempertahankannya, karena memang tenaganya bisa diandalkan. Aneh tapi benar.
Saya pikir jika FPI itu menjadi Front Bela Indonesia mungkin akan lebih baik, karena nama terkait Islam sepertinya jadi momok bagi penguasa saat ini. Fakta lain bahwa yang ditolong, adalah semua yg terkena bencana tanpa melihat agama, etnis yg bisa ditolong pasti ditolong, tapi yang melakukan tindakan pidana judi, narkoba dan prostitusi.pasti menjadi sasaran.
Bandung, Oktober 2022