Perintah Presiden Jokowi untuk membuka kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Berigadir J) seterang-terangnya ternyata tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh jajaran kepolisian. Perintah Presiden itu ternyata berhenti hanya di mulut Kapolri, tapi tidak berlaku di lapangan. Ini jelas ironi dalam upaya penegakan hukum di negeri kita.
Hal itu dinyatakan oleh Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma menanggapi ditolaknya kuasa hukum Berigadir J untuk mengikuti rekonstruksi pembunuhan Berigadir Joshua yang berlangsung hari Selasa (30/8) di rumah pribadi Irjen Pol. Ferdi Sambo jalan Saguling III dan rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Seperti diberitakan, kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, Jonson Panjaitan dan kawan-kawan ditolak ikut menyaksikan rekontruksi pembunuhan yang dilaksanakan
penyidik tanpa alasan yang jelas.
“Yang melarang Dirtipidum dan yang mengusir kami dari lokasi seorang Kombes,” ujar Kamaruddin.
Oleh karena itu Kamaruddin melayangkan protes. Dia mempertanyakan kenapa yang
boleh hadir di rekonstruksi tersebut hanya penyidik, tersangka, pengacara tersangka, LPSK, Komnas HAM dan Brimob saja. “Sementara kami dari pelapor tidak boleh lihat. Jadi bagi kami
ini suatu pelanggaran yang sangat berat. Tidak ada makna dari equality. Entah apa yang mereka lakukan di dalam, kami juga tidak tahu,” ujar Kamaruddin.
Kamaruddin memaparkan, Dirtipidum mengatakan pokoknya pengacara pelapor tidak boleh melihatnya. “Harusnya boleh lihat untuk transparansi karena kita ‘kan korban, pengacara korban. Pengacara korban harusnya boleh lihat apakah itu betul atau tidak. Kombes Pol mengusir
kita. Daripada kita diusir-usir, tidak berguna, mending kita cari kegiatan lain yang berguna,” katanya.
Lieus menilai apa yang dialami pengacara Brigadir Joshua itu sebagai suatu yang bertentangan dengan azas transparansi dan prinsip equality before the law yang selama ini didengung-dengungkan Kapolri.
“Apa yang dilakukan Dirtipidum itu jelas bertentangan dengan semangat transparansi yang selama ini disuarakan Kapolri. Setahu saya, rekontruksi suatu peristiwa pidana boleh disaksikan siapapun, apalagi keluarga dan pengacara korban,” ujar Lieus.
Karena itu Lieus Sungkharisma meminta Kapolri untuk menindak tegas anak buahnya yang menurut Lieus sudah bertindak over acting dan melawan perintah langsung Presiden.
“Ini tidak main-main lho. Ini soal serius. Apalagi kalau alasannya hanya pakai kata pokoknya. Ini sangat berbahaya bagi upaya penegakan hukum di negeri ini. Kalau perintah presiden yang disampaikan ke Kapolri saja tidak dianggap oleh jajaran polisi di bawahnya, bisakita bayangkan jika transparansi itu cuma keinginan rakyat biasa?” ujar Lieus.
Ditambahkan Lieus, apapun alasannya, dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang sudah mendunia itu, polisi seharusnya tak lagi berusaha menutup-nutupinya. “Bukalah seterang-
terangnya. Beritahu rakyat apa kejadian yang sebenarnya. Jangan seperti main petak umpet. Apa presiden Jokowi harus ngomong sampai lima kali agar kasus ini menjadi terang benderang?” kata Lieus.
Lebih lanjut Lieus juga memberi dukungan moral sepenuhnya kepada Kamaruddin Simanjutak, Jonson Pasaribu dan kawan-kawan pengacara keluarga Joshua untuk terus
menyuarakan kebenaran akan kasus ini.
“Saya mendukung sepenuhnya para pengacara keluarga Joshua untuk membuat kasus pembunuhan ini menjadi terang benderang,” ujar Lieus.