Oleh: Koordinator Paparisa Perjuangan Maluku (PPM95djakarta) Adhy Fadhly
Pemerintah sebagai pemegang kuasa yang sah atas seluruh wilayah yang ada di negara ini memiliki kewajiban untuk memberikan rasa aman, nyaman serta terpenuhinya rasa keadilan oleh seluruh daerah tanpa terkecuali.
Hanya saja semua itu dirasa masih jauh panggang dari api bagi Maluku jalan untuk mendapatkan keadilan terasa sulit bagi rakyat Maluku, baik dari aspek pembangunan maupun perlakuan hukum itu sendiri yang seyogyanya harus bisa memberikan keadilan bagi seluruh rakyat.
Harus saya sampaikan bahwa kemampuan negara untuk memberikan access to justice (akses terhadap keadilan) pada masyarakat sungguh tidak sebanding dengan segala kekayaan dari sumber daya alam yang telah Maluku berikan pada negara ini.
Entah apa yang menjadi kendala access to justice ini sangat susah diberikan negara terhadap Maluku, sejauh menurut hemat saya bahwa kendala dasarnya hanyalah akses komunikasi yang ditutup pemerintah bagi rakyat Maluku dan kalaupun ada,pemerintah hanya melibatkan kelompok-kelompok yang sebenarnya tidak pernah merasakan dan tidak sedikitpun mengetahui realitas yang terjadi di Maluku, orang-orang yang selalu memilih menjadi safety player. Ini problem utamanya menyelesaikan persoalan tidak pada tempatnya.
Negara seperti menutup pintu dialog dengan rakyat Maluku, entah apa yang menjadi penyebabnya hanya mereka yang tahu.
Kita semua tau dalam kerangka hukum positif negara ini, bahwa Pengakuan terhadap MHA (Masyarakat Hukum Adat) telah diamanatkan dalam pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945, begitu juga persoalan keadilan.ini semua tidak berlaku bagi Maluku. Boleh saja kita bilang Negara mengakui namun tidak sedikitpun menghormati semua itu.
Setiap tahun ada daerah-daerah di Maluku yang menjadi langganan terputusnya akses untuk menikmati fasum (fasilitas umum) akibat dari curah hujan yang setiap tahun selalu ada dan di saat harus atau terpaksa melakukan aktifitas maka mereka harus menyeberangi sungai yang sangat berisiko pada keselamatan mereka sendiri.
Seperti yang saat ini sedang menjadi bahan pembicaraan publik Maluku terkait kondisi dan keadaan warga di Seram bagian barat khususnya.
Desa Huku Kecil, Desa Sumeith, Desa Pasinaru, Desa Ahiolo, Desa Watui dan Desa Abio.bisa kita bayangkan untuk pelayanan kesehatan mereka yang merupakan hak dasar setiap warga negara itu saja tidak mampu disediakan oleh pemerintah sehingga jika ada yang sakit dan harus di tindaklanjuti perawatannya maka konsekwensinya adalah di tandu kurang lebih 30 hingga 35 km,yang memakan waktu 7-8 jam. Apakah ini yang dibilang keadilan serta pemerataan dalam segala aspek?
Kondisi ini telah bertahun tahun dirasakan dan ini juga menjadi proyek tahunan yang sangat menguntungkan pihak pihak tertentu, janganlah negara menjadi bagian dari proses pembiaran penderitaan rakyat dijadikan dagangan untuk pihak pihak yang selalu meraup keuntungan dengan segala musibah dan kesengsaraan rakyat.
Harusnya negara melalui pemerintah pusat maupun daerah sadar betul bahwa jangan hanya bisa tangkap-tangkap dan menangkap setiap orang yang menyuarakan keadilan dengan berbagai ekspresi mereka,harusnya introspeksi sudahkah negara memenuhi segala hak mereka?
Negara jangan hanya selalu menuntut setia setia dan kesetiaan tapi negara tidak mampu memberikan rasa aman, nyaman dan keadilan bagi mereka ini juga salah,dalam hidup ini perlu ada yang namanya balancing
Penyelesaian ketimpangan pembangunan yang sering memicu konflik diperlukan pendekatan secara bijak dengan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat secara merata. Hari ini persoalan di maluku sudah sangat complicated dan multiaspek maka ini perlu dipahami dalam kerangka yang lebih luas juga logis.
Seluruh kekuatan negara baik pemerintah pusat maupun daerah harus diarahkan untuk mengatasi ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat maluku saat ini,sebab kalau tidak maka ini merupakan ancaman bagi keutuhan negara.
Instrumen-instrumen negara jangan hanya di arahkan untuk bersikap represif bahkan over represif terhadap aksi-aksi dari masyarakat, yang kesemuanya itu merupakan reaksi hati nurani mereka terhadap ketimpangan dan ketidakadilan yang mereka dapat.
Jangan lupa bahwa ketidakadilan merupakan akar dari disintegrasi bangsa. Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan hasil-hasil pembangunan.
Maluku merupakan salah satu penghasil triliunan rupiah, namun kita tidak tahu siapa penikmatnya, sebab jika kita ingin Maluku sejajar dengan daerah lain dari aspek pembangunan maka syaratnya satu, selama 150 tahun pembangunan di laksanakan untuk Maluku dan hentikan pembangunan di daerah Jawa, Sumatera dan lain lain selama kurun waktu itu. Jika itu dilakukan barulah Maluku bisa sejajar dengan daerah daerah tersebut.
Sekali lagi negara jangan bisanya menuntut hak tanpa melakukan kewajibannya. Maluku bukan bangsa pengemis. Maluku hanya meminta haknya!