Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “duren” dinyatakan sebagai bentuk tak baku dari “durian”. Bentuk yang bakunya adalah “durian”.
Terlepas dari sebutan bentuk baku atau tidak, rupanya sebutan “duren” lebih populer daripada “durian”, terlebih akhir-akhir ini tidak kurang dari empat pekan jagad media terus mengaitkan siaran beritanya dengan wilayah penghunian dengan nama “duren tiga”.
Sengatan bau “duren” yang satu ini benar-benar luar biasa, hingga awak media pun lebih fokus mengejar sumber bau “duren”nya. Bau sengatan “duren” yang satu ini nyaris tercium seantero nusantara. Tidak seperti bau makanan khas “Opak Ketan Km.50” Cikampek yang langsung “mlepes/mlempem” karena lapak jualannya pun dimusnahkan.
Lapak “Opak Ketan” Km.50 Cikampek tetap dibiarkan rata dengan tanah, sedangkan CCTV yang merekam bau “duren” yang sempat dilenyapkan berupaya keras untuk diketemukan. Adakah upaya untuk niat kembali mencari sebab kenapa lapak “Opak Ketan” Km.50 Cikampek diratakan dengan tanah?
Untuk menjawab pertanyaan di atas layaklah kita renungkan peringatan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam lewat sabdanya: “Barangsiapa yang membuat / melakukan suatu kejahatan dan melindungi orang yang berbuat jahat maka dia mendapatkan laknat Allah, laknat orang-orang yang melaknat, laknat malaikat, dan laknat manusia seluruhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima darinya ganti dan tebusan apa pun.” (H.R. Bukhari dan Muslim)