Komnas HAM seperti badut terlihat salah satu komisionernya Choirul Anam memakai sarung tangan hijau saat menggelar konferensi pers untuk menjelaskan kasus kematian Brigadir Joshua.
“Saya sendiri, menilai Komnas HAM seperti badut. Lucu dan menggemaskan. Coba tengok, tingkah dan polah Komnas HAM yang seperti badut,” kata Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin kepada redaksi www.suaramasional.com, Kamis (11/8/2022).
Komnas HAM seperti badut, kata Khozinudin ketika mengulang-ulang peristiwa tembak menembak dalam kematian Brigadir Joshua. Bukannya melakukan uji tuntas untuk memastikan kebenaran peristiwa, Komnas HAM malah seperti penyiar berita atau koran metro perempatan, yang mengulang ulang kisah tembak menembak.
“Komnas HAM juga dengan gaya yang meyakinkan, memamerkan alat peraga walau sebagian kertas ditutupi, seolah begitu meyakinkan. Bercerita perjalanan Magelang Jakarta yang dipenuhi suasana akrab dan tertawa-tawa, sampai memberikan analisa tentang bekas luka tembakan, kemungkinan jarak dan arah bidikan yang berbeda, bak ahli balistik, Komnas tampil penuh kepercayaan diri dan meyakinkan,” jelasnya.
Sejak Kapolri mengumumkan Irjen Pol Ferdy Sambo Tersangka dan menegaskan tidak ada peristiwa tembak menembak, Komnas HAM mati gaya. Panggung Komnas HAM rubuh. Komnas HAM sibuk mereposisi kedudukan, yang sebelumnya seperti ‘corong’ polisi, berusaha ambil peran dihadapan publik seolah olah pihak yang independen.
Dalam kasus Brigadir Joshua ini, kata Khozinudin tidak ada temuan Komnas HAM yang menggembirakan publik. Komnas HAM malah seperti mengambil alih peran Divisi Humas Polri.
Sementara, Polri malah mengambil sikap irit bicara, konsentrasi pada Timsus dan Irsus. Dan puncaknya, mengumumkan Sambo sebagai tersangka.
Kata Khozinudin, posisi Polri yang berubah, membuat Komnas HAM gerah. Disitulah, terlihat kinerja Komnas HAM memang tidak dibutuhkan. Un Faedah. Sehingga wajar, Dr Muhammad Taufik meminta agar Komnas HAM dibubarkan saja. Hanya pemborosan anggaran.
Khozinudin menilai, sejak Komnas HAM menangani kasus KM 50, merekomendasikan proses hukum atas kepemilikan senjata ilegal, tapi tidak memberikan kesimpulan adanya pelanggaran HAM berat, menjadi titik puncak ketidakpercayaan penulis kepada Komnas. Bagaimana mungkin, pembantaian yang begitu sadis tidak terjadi pelanggaran HAM berat ?
“Buntutnya, pelaku (baca : yang dipasang sebagai pelaku) pembunuhan 6 laskar FPI tidak dihukum, malah divonis lepas. Komnas HAM benar-benar membingungkan,” pungkasnya.