Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Sudah bisa ditebak dari awal. Diungkapnya soal dugaan bocornya donasi umat di Aksi Cepat Tanggap (ACT) bermuatan politis.
Seramnya lagi, ACT dikait-kaitkan dengan dugaan aliran dana ke teroris. Lebih seramnya lagi, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan ikut diseret-seret.
Ada empat yang menjadi sasaran bombastis isu ACT:
Pertama, ACT diframing atau membingkai dugaan bocornya donasi umat sebagai upaya menyudutkan lembaga kemanusiaan dan lembaga zakat sebagai lembaga tidak kredibel dan tidak terpercaya.
Membangun ketidakpercayaan umat terhadap ACT dan lembaga sejenis. ACT dan lembaga sejenis dibombardir media massa dan sosial media seolah-olah telah terjadi kebocoran donasi umat.
Kedua, Ada upaya pihak tertentu menghubung-hubungkan penyaluran dana oleh ACT dengan kegiatan terorisme. Targetnya ACT dibubarkan atau setidaknya dibekukan karena diduga ada pihak tertentu yang merasa terganggu dan tergiur dengan aktivitas penggalangan dana oleh ACT bernilai ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Target minimalnya pembusukan terhadap lembaga kemanusiaan seperti ACT yang kiprahnya telah diakui.
Ketiga, Agak aneh dan heran adalah isu ACT menjadi serangan buzzeRp dan influencerp terhadap Anies Rasyid Baswedan.
Gank pembenci Anies Rasyid Baswedan kompak secara serentak mempengaruhi dan penggiringan opini kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan ACT. Anies Rasyid Baswedan menjadi sasaran empuk para buzzerp dan influencerp.
Keempat, Menggeser opini publik tentang rencana hilangnya Pertalite di pasaran dengan isu dugaan bocornya donasi umat di ACT.
Adalah sangat beralasan bila kemudian publik beranggapan dibalik dibongkarnya dugaan bocornya donasi umat di ACT beraroma politis serta dugaan adanya skenario tertentu terhadap ACT dan lembaga sejenis.
Wallahua’lam bish-shawab
Jakarta, 7 Dzulhijjah 1443/7 Juli 2022