Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menghebohkan Indonesia melupakan mega skandal Pendeta Gereja Bethany Surabaya diduga gelapkan dana jemaat Rp 4,7 Triliun
“Kasus ACT konflik internal dibawa ke publik dan persaingan dua kelompok. mega skandal Pendeta Gereja Bethany Surabaya gelapkan dana jemaat Rp 4,7 Triliun harusnya lebih heboh,” kata pengamat seniman politik Mustari atau biasa dipanggil Si Bangsat Kalem (SBK) kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (6/7/2022).
Menurut SBK, kasus ACT berawal konflik internal dan mencuat ke publik. “Dan kasus ini dimanfaatkan berbagai pihak termasuk menghajar Anies Baswedan,” ungkapnya.
Kata SBK, adanya ketidakadilan ketika membandingkan kasus ACT dengan dugaan penggelapan dana jemaat gereja di Surabaya Rp 4,7 Triliun.
“Pihak kepolisian pun tidak menutup ijin gerejanya termasuk memblokir rekening. Hal ini berbeda dengan ACT yang langsung diblokir rekening dan ijinnya dicabut,” papar SBK.
Sebelumnya, Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. Pencabutan izin tersebut menyusul adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan ACT.
Pencabutan izin ACT itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 5 Juli 2022.
Dalam keputusan tersebut, izin pengambilan dana dan barang oleh ACT dicabut karena pertimbangan adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.