Jangan Sampai Reshuflle Kabinet dalam “Genggaman” Oligarki Ekonomi dan Politik

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melantik Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, Mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN, Anggota Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni sebagai Wamen ATR, Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja, dan Politikus PDIP Jhon Wempi Wetipo sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri, hari Rabu, 15 Juni 2022 kemarin.

Tentunya kebijakan Presiden Jokowi tersebut mengundang tanggapan dan bahkan reaksi kritis terhadap kebijakan tersebut, salah satunya dari Bob Randilawe, Wakil Ketua Umum Gerakan Bhineka Nasionalis, kepada awak media, yang menghubunginya, ia mengatakan pergantian tanpa disertai perubahan nasib rakyat dan bangsa menjadi lebih baik adalah sebuah kesia-sia an. Seharusnya pergantian atau reshuffle wajib perpedoman pada kepentingan rakyat. Yang harus ditegakan adalah supremasi kedaulatan rakyat, bukan semata supremasi pemerintah, apalagi supremasi parpol. Hati-hati terjerembab dalam “genggaman” oligarki ekonomi dan politik.

“Negara diatur hanya oleh segelintir orang. Itu amat berbahaya. Bisa bangkitkan people power jika demikian adanya,”ungkap Bob Randilawe yang juga mantan staf ahli BPIP kepada awak media, Jumat, 17 Juni 2022.

Menurut Bob Randilawe, Seharusnya setiap formasi kabinet bahkan rezim yang berkuasa patut menjadikan Pembukaan UUD 45 sebagai pijakan dasar. Karena yang membuat Indonesia tetap “on the track” adalah konsistensi dan komitmen untuk berpegang pada cita-cita awal didirikannya negara kesatuan RI sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa yang termaktub dalam PEMBUKAAN UUD45, Kemajuan teknologi dan perkembangan teori-teori sosiologi dan kapitalisme global jangan sampai menjadikan bangsa kita “limbung” dan kehilangan pijakan dasar yakni Pembukaan UUD45 sebagai roh berbangsa dan bernegara.

“Mari berjuang kembalikan supremasi kedaulatan rakyat dari cengkeraman oligarki. Bebaskan birokrasi pemerintahan dari KKN yang kian tak terkendali,” tukas Bob Randilawe.

Sementara itu, di tempat terpisah, hal senada juga disampaikan Pakar komunikasi politik Fisipol UGM sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad, ia mengatakan pergantian dua orang menteri dan pengangkatan tiga orang wakil menteri yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada hari Rabu (15/6/2022) lalu lebih merupakan upaya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung pemerintah masuk ke jajaran kabinet.

Itu merupakan alasan di luar memperbaiki kinerja Kementerian Perdagangan yang selama ini dinilai belum berhasil dalam mengatasi persoalan kenaikan dan kelangkaan harga minyak goreng.

“Nuansa akomodasi politik di sini cukup nyata, karena pergantian Mendag dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan selaku ketua umum PAN di situ tentu ada akomodasi politik, belum lagi wamen (wakil menteri-Red) dari PSI, PBB dan PDIP,” kata Nyarwi yang juga mantan aktivis 98 kepada pers, jumaat, 17 Juni 2022.

Pergantian menteri lebih dominan dari sisi akomodasi masuknya partai politik bergabung dalam jajaran kabinet, kata Nyarwi, namun pergantian menteri perdagangan sebagai jawaban pemerintah atas kritik dari masyarakat terhadap lemahnya kinerja Kemendag dalam mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Apalagi ditemukannya kasus korupsi di internal Kemendag soal izin penerbitan ekspor CPO.

“Dari sisi kinerja, bisa dikatakan ada berbagai kritik kegagalan Mendag menangani minyak goreng. Tetapi posisi Mendag digantikan dari kalangan politisi belum tentu juga ada jaminan efektivitas. Meskipun ada sisi positifnya dari dukungan politik bisa digunakan dalam pengelolaan perdagangan, tetapi kepentingan politik dalam kementerian perdagangan makin menguat,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News