Ngeri Indonesiaku

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Korupsi tergambar telah menjadi kesepakatan bersama penyelenggara negara Indonesia maju. Maju, bergerak, berjuang bersama menggigit, menggerogoti sebagai rayap sebagai koruptor. Dijamin aman karena semua terlibat, dari – oleh dan untuk koruptor, satu nasib satu perjuangan tidak boleh ada yang menggangu.

Selagi ada kesempatan kapan lagi, datangnya peluang tidak akan bisa di ulang lagi. Tentu harapan mereka peluang korupsi bisa berlanjut dengan aman, mumpung pemimpin tertinggi langsung atau tidak langsung sudah memberi sinyal restunya, asal upeti dr hasil korupsi jangan sampai terlambat setornya. Atau berbagilah saling mengait satu sama lain.

Rakyat telantar, menjerit karena betapa susahnya untuk bertahan hidup , bagi darah para koruptor yang berlaku adalah hukum dari karya Plautus berjudul Asinaria : Homo Homini Lupus  “Manusia adalah serigala bagi sesama manusia lainnya”,

Negara Harakiri atau bunuh diri sebagai hukuman mulai populer di masa Kekaisaran Tokugawa pada zaman Edo (1600-1867) – para koruptor sudah berhitung dengan umurnya, berkidung rumekso ing urip muda foya foya – tua kaya raya – mati masuk surga. Soal di liang lahat nanti akan di makan rayap geni – tak perlu takut toh semua belum bisa di buktikan.

Masihkah Indonesia – masih bisa diselamatkan dengan cara-cara prosedural biasa. Menkopolhukam ( Mahfud MD ) saja bingung, Ketua DPD RI ( La Nyalla Mattalitti )   pesimis. Rakyat jelata tinggal pasrah hanya bisa istighfar, sesekali berdoa shalawat nariyah. Menyerah mengusap air mata, dengan sesenggukan terus mengalir ucapan istighfar, meratapi nasib negeri makin mengerikan.

Semua tokoh bijak, negarawan dan cendekia  kebajikan sudah kehabisan kata untuk menggambarkan Indonesia kini,  ahli bahasa kehabisan kamus menggambarkan Indonesia dengan kata kata. Selain kalimat ngeri dan mengerikan.

Ian Antono dan Taufiq Ismail benar :  “Dunia Ini Pangung Sandiwara”. Lagu yang bawakan Rocker Indonesia, Ahmad Albar, di tahun 78, mungkin dapat menggambarkan prilaku pengelola negara seperti ini.

Kalau sudah demikian alternatif jalan keluarnya harus meminjam teori Plato 2.500 tahun lalu mengatakan, kalau demokrasi sudah menjadi anarkis memang harus muncul apa yang disebut strong leader, pokoknya babat saja dulu, daripada negaranya hancur.” Atau, mungkin juga seperti di Pilipina segera munculkan kekuatan  People Power : kekuatan rakyat memaksa penguasa dzalim turun ?

Simak berita dan artikel lainnya di Google News