Para penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri berpotensi memunculkan kekacauan.
“Para penjabat hasil penunjukkan akan memiliki wewenang yang sama dengan kepala daerah definitif, yang terpilih oleh aspirasi rakyat melalui kontestasi politik di dalam ajang Pilkada. Prediksi penjabat yang dipilih akan terjadinya kekacauan dan kegaduhan dikemudian hari akan terjadi, potensinya sangat besar,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (19/5/2022).
Kata Sutoyo, muncul masalah lain dari praktek penunjukkan kepala daerah tidak melibatkan DPRD yang notabene representasi aspirasi rakyat. Dipastikan akan muncul dampak ikutan yang lebih rumit akibat praktik anomali demokratisasi anti demokrasi.
“Penunjukan penjabat bukanlah sekedar memilih administrator, melainkan penjabat politik yang harus memiliki legitimasi dan kemampuan politik yang mumpuni. Kalau asal tunjuk oleh sang penguasa akan sangat mudah melahirkan perlawanan dan gugatan rakyat. Tidak boleh ada keputusan yang bernama “keputusan inkonstitusional bersyarat”, dengan dalih dan dalil yang mengada ada,” paparnya.
Pembusukan lahan demokrasi, dengan dimarginalkan pemilik sah kedaulatan negara yaitu rakyat, kata Sutoyo menjadi tragedi, catatan sejarah hitam kelam dan terburuk alam demokrasi di Indonesia.
Kesan pendegradasian lahan demokrasi itu terjadi justru ketika lahan demokrasi yang relatif kering menjadi semakin gersang.
“Rezim ini berpotensi melanggar kedaulatan tertinggi rakyat yang dijamin oleh UUD 1945. Akan mengakibatkan kegaduhan dan kekacauan tak berkesudahan dikemudian hari dan keadaan negara akan terus meluncur menuju kehancurannya,” jelasnya.
Kecurigaan rakyat tiba-tiba muncul kepermukaan, terekam dan tertangkap melalui media sosial ada bau busuk menyengat, ini ada rekayasa dari segelintir penguasa yang bersenyawa dengan makhluk oligarki. “Menyedot suara rakyat untuk meloloskan dan memenangkan Capres bonekanya pada Pilpres 2024,” pungkasnya.