Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan pemimpin yang adil karena adanya ketimpangan dalam penegakan hukum.
“Jokowi bukan pemimpin yang adil. Sepertinya Jokowi punya kepentingan pilah-pilih penegakan hukum, ia dapat berlaku tegas kepada subjek yang mungkin saja karena bukan pilihannya atau basisnya tidak kuat didalam dukungan terhadap politik pemerintahan dirinya,” kata aktivis Mujahid 212 Damai Hari Lubis kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (27/4/2022).
Zalimnya kepemimpinan Jokowi, kata Damai terlihat para koruptor yang mendapat potongan hukum bahkan hak politiknya tidak dicabut dan bisa kembali beraktivitas masuk parpol.
“Beberapa orang diidentifikasi sebagai orang yang banyak dibicarakan oleh publik sebagai terpapar isu rasuah namun mendapatkan jabatan empuk seperti Ahok mendapat jatah Komisaris Utama Pertamina dan Luhut Binsar dengan isu Pandora papers juga statemennya sendiri ia mengatakan berbisnis PCR, namun beberapa jabatan malah ditambah oleh Jokowi kepada dirinya,” paparnya.
Airlangga Hartarto Ketum Golkar yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, kemudian terpapar korupsi lainnya ada Muhaimin Ketum PKB. dan Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN bahkan ketiga Ketum Partai ini malah berani mengusulkan atau mewacanakan agenda inkonstitusional yaitu berharap undur Pemilu 2024 atau dengan kata lain agar masa jabatan presiden diperpanjang menjadi 3 periode namun dibiarkan saja aparat hukum di era Jokowi.
Kata Damai, Presiden Jokowi bisa memenjarakan orang-orang yang tidak memberikan dukungan politik dalam pemerintahan saat ini.
“Jokowi berlaku tegas kepada subjek yang mungkin saja karena bukan pilihannya atau basisnya tidak kuat di dalam dukungan terhadap politik pemerintahan dirinya,” ungkap Damai.
Ia mengingatkan ketidakadilan dan kezaliman yang diperlihatkan Jokowi akan membuat kemarahan rakyat.
“Setelah jabatan Jokowi dan para menteri kesayangan Jokowi berakhir, bisa saja menjadi sasaran kemarahan tak terkontrol, termasuk dari masyarakat yang merasa dizalimi,” pungkasnya.