Menurut pengamat sosial Asyari Usman, Menag Republik Indonesia Yaqut mempunyai dendam kesumat pada umat Islam.
“Kami kurang sependapat dengan Asyari Usman meski ia mempunyai data terkait performa Yaqut yang selalu saja menjadikan umat Islam sebagai target kebijakan yang merugikan umat Islam lewat pernyataan dan kebijakan yang diambilnya,” ungkap pengamat Hukum Politik Suta Widhya SH, Selasa (19/4) pagi di Jakarta.
“Asyari mencatat beberapa hari yang lalu Kemenag mengumumkan moratorium (penghentian) pemberian izin untuk PAUD Quran (PAUDQU) dan Rumah Tahfiz Quran (RTQ),” lanjut Suta.
Hal itu dianggap Asyari Yaqut seakan mempunyai dendam pada Islam dan umat Islam. Mengapa begitu? Karena hampir tiap bulan ada saja kebijakan anti-Islam. Sepertinya Yaqut tak bisa tidur nyenyak bila tidak mengganggu umat.
“Bahkan sekelas Ketua MUI Prof Anwar Abbas, pertengahan Maret 2022 lalu, sempat menyatakan kekesalannya terhadap tindak-tanduk Yaqut. Menurut Anwar, yang direcoki Yaqut selalu Islam. Mulai dari persoalan toa masjidlah, soal suara azan yang dicontohkan / dikomparasikan atau disamakan dengan gonggongan anjinglah,” Suta melanjutkan penjelasannya.
Yang paling gress kini, ada kebijakan penghentian pemberian izin pendidikan Quran untuk anak usia dini. Luar biasa, bukan? Ada kepentingan apa hingga kebutuhan pendidikan Islam sejak dini dihambat oleh Yaqut? Siapa dia sebenarnya?
Sebab kebijakan untuk penghentian izin rumah tahfiz, kaum muslim menilai Yaqut sedang menjalankan agenda islamofobia atau anti-Islam. Padahal Amerika Serikat sendiri tempat sarang Islam Phobia sudah sadar. Di sini kok malah menggeliat?
Kesimpulan banyak orang yang mengatakan dia tak suka Islam bisa dilihat dari rekam jejak digitalnya.
Sejak kapan Yaqut tak suka Islam? Rekam jejak mantan panglima Banser NU ini memang suka kontradiksi kalau berkomentar tentang Islam atau umat Islam.
Lucunya, ia bangga bila Banser mampu menjaga rumah ibadah non-Islam. Lebih lanjut, ia terlihat sepenuh hati kalau diminta ceramah di rumah ibadah non-Islam dengan alibi toleransi dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sungguh naif, selamat toleransi diartikan dengan proforma Yaqut. Padahal dalam Islam toleransi tidak menyangkut ibadah yang berhubungan dengan akidah.
Bila benar ada program andalan Yaqut untuk menghadirkan Paus Paulus ke Indonesia, maka sudah bisa ditebak bahwa kebijakan Yaqut adalah kebijakan atasannya dan para oligarki yang mendukung rezim. Mereka tengah berupaya menghancurkan harmonisasi yang ada selama ini dengan membungkusnya melalui kebhinekaan dan toleransi semata.
“Program Yaqut mudah dibaca, ia bukan saja terlihat islamophobia. Tapi, diduga punya dendam kesumat pada umat Islam. Apakah perlu dilitsus yang bersangkutan? Siapa pula yang akan melakukannya?” tutup Suta.