Menunda Pemilu, Mematik Api Revolusi

Menunda pemilu 2024 dengan merekayasa kondisi darurat justru memunculkan api revolusi di kalangan rakyat.

“Menciptakan keadaan darurat agar pemilu tidak bisa dilaksanakan. Tetapi, ini malah akan menjadi blunder terbesar, yang langsung memantik api revolusi,” kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam artikel berjudul “Kudeta Konstitusi: Blunder Terakhir Bisa Fatal, Memantik Api Revolusi”, Sabtu (2/4/2022).

Kata Anthony, rakyat tahu bahwa kondisi darurat tersebut adalah rekayasa. “Dalam sekejap, pemerintah bisa jatuh. Waspada,” jelasnya.

Menurut Anthony, upaya dilakukan untuk memenuhi nafsu kekuasaan memperpanjang masa jabatan. Pertama, membangun opini melalui Lab45 dan Lembaga Survei bahwa mayoritas masyarakat masih menginginkan Jokowi sebagai presiden, sehingga diperlukan penundaan pemilu. Alasannya, mesin Big Data Lab45 menangkap keinginan masyarakat. Sedangkan Lembaga Survei mengatakan kepuasan masyarakat terhadap Jokowi mencapai 70 persen lebih, bahkan 73,9 persen.

“Kedua, propaganda dilakukan oleh menteri investasi Bahlil dan tiga ketua umum parpol Muhaimin Iskandar (PKB), Zulkifli Hasan (PAN) dan Airlangga Hartarto (Golkar). Mereka kompak minta penundaan pemilu sekitar 1, 2 atau 3 tahun,” ungkapnya.

Upaya memperpanjang jabatan kata Anthony, ketiga, Airlangga bertemu Surya Paloh, ketum Nasdem. Luhut, melalui wawancara dengan Deddy Corbuzier, mengatakan mengungkap aspirasi masyarakat mendukung penundaan pemilu.

Mungkin mereka berpendapat kalau partai politik sepakat rakyat bisa apa? Masyarakat dianggap hanya kerikil kecil yang tidak berarti. Kedaulatan Rakyat hanya dianggap sebagai sampah?

“Tetapi semua ini kandas. Masyarakat terus melawan. Enam partai politik rupanya mendengar pekikan rakyat, dan serta merta menyatakan menolak penundaan pemilu. Bahkan dukungan untuk amandemen konstitusi juga ditarik kembali, khawatir disusupkan penumpang gelap kudeta konstitusi,” jelasnya.

Keempat, kata Anthony, blunder semakin parah dan brutal. Menunjukkan kondisi objektif semakin kalap. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau APDESI diobrak-abrik. Mereka yang seharusnya tidak berpolitik praktis diseret untuk deklarasi Jokowi 3 periode.

Namun, hanya dalam hitungan jam semua terbongkar, ternyata APDESI tersebut bukan organisasi yang sah versi Kemenkumham.

“Hancur sudah reputasi Luhut dan Jokowi. Semua mengarah pada kebohongan besar. Masyarakat menduga kuat bahwa rencana perpanjangan masa jabatan ini sebenarnya keinginan petinggi istana: Luhut bahkan Jokowi sendiri?” papar Anthony.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News