Presiden Panik dan Lepas Kontrol

Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih).

Kita coba kutip lengkap pernyataan Presiden yang dia sampaikan saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri Tahun Anggaran 2022 di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa, 1 Maret 2022. Rapim tersebut dihadiri sekitar 394 prajurit TNI maupun Polri

Presiden Jokowi Ingatkan TNI – Polri Tak Punya Demokrasi. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan kepada jajaran TNI – Polri bahwa pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) telah diputuskan ke Pulau Kalimantan dengan nama Nusantara. Terkait itu, Jokowi meminta TNI-Polri harus disiplin mendukung pemindahan tersebut.

“Untuk mencapai ini dibutuhkan kedisiplinan nasional. Ini yang kita sekarang lemah. Oleh sebab itu saya minta kepada jajaran TNI – Polri untuk bisa memberikan contoh kepada masyarakat urusan uang satu ini,” tegas Kepala Negara.

Disiplin ini, menurut Jokowi, berkaitan dengan tidak adanya demokrasi di seluruh tubuh jajaran TNI-Polri, termasuk kepada keluarga besar mereka di rumah. Karena itu, dia menekankan, TNI-Polri harus ingat posisinya tersebut, termasuk dalam urusan pemindahan IKN.

“Tidak bisa yang namanya tentara, polisi, itu ikut dalam urusan demokrasi. Di tentara itu enggak ada demokrasi. Enggak ada namanya itu bawahan merasa bebas, tidak sama dengan atasan. Enggak boleh,” tutur dia.

Dia menekankan, ketentuan ini penting untuk terus diingatkan supaya bisa menjadi contoh masyarakat secara luas. Jokowi kembali menegaskan supaya kedisiplinan ini juga disampaikan kepada keluarga para prajurit di rumah.

“Sehingga hal-hal ini harus mulai dikencangkan lagi supaya masyarakat itu melihat dan bisa kita bawa juga ke arah kedisiplinan nasional. Ini bukan hanya bapak ibu yang kerja tapi di rumah juga sama, hati-hati,” papar presiden.

Dia menekankan, pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantata sudah menjadi keputusan pemerintah dan telah disetujui DPR. Karena itu, Jokowi menyatakan tidak lagi ada jajaran TNI-Polri dan keluarganya yang protes mengenai keputusan tersebut.

“Apalagi di WA grup, dibaca gampang. Hati-hati dengan ini, dimulai dari hal-hal yang kecil dan nanti membesar, kita akan kehilangan kedisplinan di TNI dan Polri karena kedisiplinan di TNI-Polri berbeda dengan sipil karena dibatasi oleh pimpinan. Ini perlu saya ingatkan,” tegas Jokowi.

Selain soal WAG, Jokowi juga menyinggung ancaman Mubaliq yang radikal. Secara khusus dia meminta pimpinan TNI – Polri tidak memberi kesempatan dai dai   radikal berceramah di lingkungannya.

Presiden sama sekali tidak menyinggung bahwa dirinya sedang dibidik inkonsistensi sikapnya atas kegaduhan yang di munculkan oleh orang dalam” istana: “All the president’s men”. Oleh karena posisinya sebagai menteri dan pimpinan partai koalisi, bisa timbul prasangka itu disuruh Jokowi.

Arah tudingan inkonsistensi sikapnya yang diragukan masyarakat adalah dari sikapnya dalam berbagai kesempatan menolak untuk perpanjangan jabatannya sebagai Presiden, dan sikap diam atas kegaduhan yang sedang terjadi.

Pada kesempatan tersebut juga samasekali tidak menyinggung stabilitas negara akibat praktek politik adudomba, guncangan ekonomi yang sedang menerpa masyarakat yang makin sulit hidup karena bahan pokok makanan rakyat yang sebagian menghilang dan harga yang terus membubung naik.

Gambaran dari pernyataan di atas sangat jelas Presiden sedang berada dalam dilema besar yang sedang membelit kesulitan untuk diatasi.

Presiden lepas kontrol dan kehilangan  ketiadaan “moral clarity”, menurut istilah pengamat politik Rocky Gerung. Moral Clarity (kejernihan moral) dinilai Rocky hilang pada penyelenggara negara dan pada Presiden.

Presiden terjebak pada urusan “ecek-ecek ” atau ringan yang sebenarnya bukan porsi sekelas presiden. Perbincangan warga WAG di lingkungan RT/RW. WAG adalah wilayah pribadi setiap warganegara. Masih berkait hak rakyat yang dijamin di dalam pasal 33 UUD 1945.

Presiden masuk pada jebakan tentang istilah dai radikal, terperangkap misi global sejawat dengan istilah teroris. Di Indonesia tidak ada dai radikal dan teroris selain pandangan penguasa sendiri yang memusuhi umat Islam dengan dalih radikal dan teroris.

Presiden mengabaikan suara rakyat tentang pembangunan IKN dengan segala problematikanya. Tidak mungkin rakyat sampai protes tentang IKN ke MK, kalau proses dan arah tujuannya sudah sesuai dengan konstitusi dan undang-undang IKN lahir secara normal. Bahkan sebagian masyarakat sudah memberi lampu merah Presiden akan bunuh diri dengan program IKN.

Presiden tidak mampu introspeksi menuduh disiplin Nasional lemah, saat bersamaa disiplin dipenguasa yang suka suka menabrak konstitusi adalah nyata. Bahkan tidak segan segan kebijakan negara yang bertentangan dengan konstitusi, rezim bukan taat konstitusi tetapi UU dan peraturannya yang di rubah bahkan hujan Kepres dan macam macam lainnya. Seolah olah kekuasaan sudah metamorfosa menjadi hukum.

Presiden minta TNI-POLRI menjadi contoh disiplin bagi masyarakat, saat bersamaan Presiden mengatakan tidak ada demokrasi ditubuh TNI-POLRI. Presiden terus memproduksi ucapan anomali kalau kehidupan masyarakat harus sama dan sebangun dengan disiplin militer.

Paling fatal Presiden dalam kepanikan yang nyata sampai menuduh disiplin nasional masih lemah sama saja menuduh  disiplin di lingkungan TNI-POLRI masih lemah, gara gara Group WA.  Presiden tidak paham sebagian besar masyarakat masih percaya dengan disiplin di TNI-POLRI. Ada kecurigaan kepada oknum TNI-POLRI itu wajar karena tingkah lakunya yang suka melawan aspirasi masyarakat.

Kalau Presiden tidak lagi memiliki kemampuan mengendalikan diri dalam kapasitas sebagai Presiden akan berdampak buruk pada perkembangan kehidupan bangsa dan negara ini. Negara tidak boleh untuk coba coba atau pengelola negara hanya atas remot atau menjadi boneka kekuatan dari luar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News