Pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani, DPR RI telah sepakat tidak merevisi UU Pemilu, mencerminkan dirinya sosok yang tidak aspiratif. Pernyataan Puan itu dengan sendirinya telah menutup peluang untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Padahal, berbagai elemen masyarakat sedang mewacanakan presidential threshold (PT) 20 persen yang diatur dalam UU tersebut.
Demikian Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (18/12/2021). “Puan justeru meminta masyarakat untuk menghormati kesepakatan DPR RI tersebut. Di sini jelas Puan seolah-olah tidak memahami dari mana asalnya serta apa tugas dan fungsi DPR RI,” paparnya.
Kata Jamiluddin, Puan seharusnya paham, DPR RI bertugas menyerap aspirasi masyarakat. Kalau masyarakat menyampaikan aspirasi terkait PT 20 persen, seharusnya Puan menyerapnya dengan sungguh-sungguh untuk kemungkinan diimplementasi ke fungsi pengawasan dan fungsi legislasi.
Namun Puan tidak melakukan hal itu, tapi justeru menampik wacana di masyarakat, khususnya terkait PT. Disini Puan terkesan sudah mengabaikan tugas dan fungsi yang seharusnya dilakukan DPR RI.
“Padahal, DPD sudah dengan intensifnya meminta agar PT menjadi nol persen. Bahkan beberapa elemen masyarakat sudah menggugat PT ke Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Survei yang dilakukan Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) pada akhir Oktober hingga awal November 2021 menunjukkan, 80,4 persen masyarakat Jawa Timur menghendaki PT 20 persen menjadi nol persen. Hasil survei ini jelas aspirasi rakyat yang sejalan dengan DPR dan bernagai elemen masyarakat lainnya.
“Semua itu diabaikan begitu saja oleh Puan. Di sini Puan terkesan sosok yang sangat tidak aspiratif. Sikap seperti itu sangat tidak pantas datang dari seorang Ketua DPR RI,” pungkasnya.