Institusi kepresidenan dibajak perampok uang negara dan oligarki untuk kepentingan pribadi serta kelompoknya.
“Perampok uang negara membajak institusi kepresidenan dan institusi negara lainnya, agar mereka dapat menyalahgunakan kewenangan sebagai pejabat negara untuk memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya,” kata Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) kepada redaksi www. suaranasional.com, Kamis (16/12/2021).
Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) terdiri dari Marwan Batubara (Indonesia Resources Studies), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Adhie Massardi (GIB), Jumhur Hidayat – Ferry Juliantono (Kaukus Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dan Keadilan Sosial), Gigih Guntoro (Indonesian Club), Salamuddin Daeng (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia), Zulkifli S Ekomei, Hatta Taliwang (Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta), Anthony Budiawan (Political Economy and Policy Studies), Alif Kamal (Partai Rakyat Adil Makmur), Hanafi (Poros Nasional Pemberantasan Korupsi), John Mempi (Doekoen Coffee), Yudha (Forum Bela Negeri), Andrianto (Indonesia Political Actions), Bambang Isti Nugroho (Guntur 49), Wawan (LSM Pelopor), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantara), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri), Mulia Astuti (Permindo), dan lain-lain.
Para pejabat di Istana Negara berlagak pilon, bermuka badak, bersikap ora urus, hari ini lidahnya melepas janji, satu detik kemudian sudah diingkarinya. “Namun, mereka sangat mengerti uang,cuan dan kepeng. Bagaimana bisa seluruh kebijakan pemerintah dibuat agar mereka bisa cepat kaya raya. Hampir tidak kebijakan publik yang lepas dari kepentingan oligarki mengeruk cuan,” ungkapnya.
Kata PNPK, begitu presiden membuka mulutnya pertama kali berjanji setelah memenangkan pilpres langsung merancang berbagai mega proyek mercusuar. Mega proyek yang akan menjadi bancakan oligarki. Dimulai dengan megaproyek 35 ribu megawatt listrik.
“Itu jelas proyek oligarki batubara sekaligus pemilik pembangkit swasta, penguasa pembangkit sekaligus pengusaha batubara. Mereka menjarah uang Pertamina, menjalankan proyek yang tidak masuk akal, “sawitisasi Pertamina” dengan mengubah minyak sawit menjadi solar, serta “batubaraisasi Pertamina” dengan mengubah batu bara menjadi gas,” paparnya.
PNPK mengatakan, memaksa pertamina membeli kilang TPPI yang telah dijarah oleh pemiliknya. Mereka merancang proyek infrastruktur ugal-ugalan. BUMN karya diperalat mengambil utang dalam jumlah besar untuk membangun tol, bandara, pelabuhan dan lain sebagainya.
“Semua proyek itu menjadi lahan garapan pejabat kotor yang merangkap jadi pengusaha kotor, melalui proyek yang tidak proper, mark up proyek, hingga proyek berantakan dan menjadi bangunan yang dihuni hantu,” tegasnya.
Datangnya covid 19 benar benar menjadi rejeki nomplok bagi oligarki Indonesia, para penguasa bandit langsung mendapatkan captive market, pasar yang diputuskan oleh pemerintah untuk berdagang alat kesehatan, vaksin, test covid PCR, dan lain sebagainya.
“Bisnis yang menghasilkan miliaran dolar yang masuk ke kantong oligarki pengusaha kotor dan pejabat kotor Indonesia,” pungkasnya.