Elit politik melakukan pesta pora merampok Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan memanfaatkan tes PCR dan dan dana Covid-19.
“APBN yang dirugikan karena harus membayar lebih mahal, di mana nilai yang lebih mahal itu sebesar Rp. 600.000 dikalikan 212 juta kasus (asumsi yang mengunakan PCR, di luar antigen dan metode lainnya). Itu artinya, ada kerugian negara lebih dari 100 Triliun rupiah hanya untuk urusan PCR,” kata sastrawan politik Ahmad Khozinudin kepada redaksi www.suaranasional.com, Senen (1/11/2021). “Jika tes PCR hanya Rp. 300.000,- sementara harga patokan sebelumnya mencapai Rp. 900.000 sehingga ada lebih bayar (karena kemahalan) sebesar Rp. 600.000,” jelasnya
Andai saja, 50 % positif Covid-19 menggunakan metode PCR (sebenarnya ini rangkaian tes wajib di RS), paling tidak ditemukan data 212 juta kasus yang menggunakan PCR dengan harga lebih mahal.
Belum lagi urusan, kata Khozinudin obat, vitamin, perawatan, layanan rumah sakit, rujukan, urusan tracking, urusan isoman, Bansos, Pemulihan Ekonomi, dll. Jadi, kalau mau buat angka kasar bisa jadi di atas 500 Triliun anggaran Covid-19 dikorupsi.
“Korupsi ini, tidak bisa diproses hukum karena dalam ketentuan pasal 27 UU No 2/2020 (sebelumnya Perppu No 1/2020) telah dipagari dengan redaksi ‘Bukan Merupakan Kerugian Negara’. Jadi, korupsi Anggaran Covid-19 benar-benar pesta besar garong anggaran negara ditengah pendemi,” paparnya.
Ia mengatakan, industri farmasi, layanan kesehatan, termasuk perusahaan tes PCR sangat diuntungkan dalam kasus ini. Dan menurut wartawan senior Agustinus Edi Kristianto, Nama Luhut Panjaitan, Erick Thohir dan Airlangga ada dalam baris tokoh yang terkait dengan PCR.