Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Bagian Satu
Perseteruan Jokowi dan Megawati berimplikasi besar bagi Jokowi. Selamat sampai 2024 atau harus terhenti sebagai presiden pada tahun 2021 atau 2022 ini. Pokoknya seru. Peluang Indonesia punya Presiden baru.
Demikian pula dengan Megawati. Kalah, berarti trah Soekarno habis. Ada bayang-bayang Jokowi mengikuti strategi SBY. Melalui salahsatu faksi yang secara biologis politik lebih dekat ke Jokowi. Bisa saja melalui faksi tersebut menggelar KLB PDIP sebelum 2023. Jokowi ditunjuk sebagai Ketua Umum PDIP. Megawati mulai pasang kuda-kuda sebelum kejadian.
Pemicu perseteruan Jokowi dan Megawati adalah soal peran LBP dan politik strategis menjelang 2024. Genderang perang antara LBP dan Megawati telah dimulai. Megawati desak Jokowi pecat LBP. Berani?
Peran LBP di tengah pandemi Covid-19 dituding layaknya seorang Kepala Pemerintahan dibandingkan sebagai Menteri Koordinator. PDIP mulai menggugat peran LBP yang porsinya melebihi kewajaran sebagai Menteri Koordinator.
Selain itu. Ambisi politik Jokowi dan Megawati menjelang 2024. Rebutan PDIP sebagai kendaraan politik tahun 2024. LBP dan Jokowi punya jago yang berbeda dengan Megawati. Puan Maharani digadang-gadang Megawati. Sementara Ganjar Pranowo jagonya Jokowi dan LBP.
Gugatan terhadap Jokowi meluas. Tidak hanya Megawati dan PDIP yang menggugat. Rakyat diwakili TPUA, Tim Pembela Ulama dan Aktivis pimpinan Eggi Sudjana sedang menggugat Jokowi di PN Jakarta Pusat.
Gugatan hukum TPUA tidak bisa dianggap sebelah mata oleh Jokowi. Bisa-bisa Jokowi kehilangan legitimasi sebagai Presiden. Pintu masuk Sidang Istimewa MPR. PDIP tentu sedang mengintip persidangan ini.
PDIP mengeluarkan amunisi politik terhadap Jokowi. Tensi politik panas. Sementara itu, rakyat mulai sadar. Peran lebih LBP melebihi porsi konstitusi. LBP dituding berperan layaknya Kepala Pemerintahan Indonesia. Padahal, seharusnya itu peran Jokowi sebagai Presiden. Faktanya, Jokowi hanyalah (maaf) sebagai Presiden simbolis. Diam-diam Indonesia tidak menganut sistem presidential. Presidennya membawa sial. Celah impeachment terhadap Jokowi. Selain isu kegagalan Jokowi dan pelanggaran konstitusi. Berbahaya bagi Jokowi bila isu ini dimainkan Megawati.
Peraturan Presiden yang diterbitkan Jokowi bisa ditafsirkan sebagai pelimpahan kekuasaan Kepala Pemerintahan dari Jokowi ke LBP. Contohnya Perpres penunjukan LBP sebagai Koordinator PPKM. Mirip-mirip supersemar. Pengambilan keputusan dan kebijakan Kepala Pemerintahan sebenarnya ada di LBP seperti Soeharto ketika mengemban Supersemar.
Penunjukan LBP sebagai Koordinator PPKM darurat dan level 4 menguatkan dugaan itu. LBP sebagai Kepala Pemerintahan. Untuk membendung protes rakyat, diberlakukan PPKM berjilid-jilid. Tujuannya? Apalagi kalau bukan untuk membatasi pergerakan lawan politik LBP. Termasuk Megawati dan PDIP.
Suka atau tidak suka. Fakta politik demikian. LBP baik secara de facto maupun de jure adalah pelaksana tugas Presiden Republik Indonesia. Sementara Jokowi sebagai Presiden simbolis. Wajar dalam konteks ini bila Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin tidak banyak berperan.
Mirip-mirip peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Bermula dari gejolak politik tahun 1965 melalui Pemberontakan G30S/PKI. Sedangkan peralihan kekuasaan dari Jokowi ke LBP melalui pandemi Covid-19 tahun 2020-2021.
Peralihan kekuasaan secara diam-diam mulai terendus ke publik. Momentumnya pandemi Covid-19 membuka tabir siapa Kepala Pemerintahan yang sebenarnya. Publik bisa membaca, walaupun masih samar, sebenarnya Kepala Pemerintahan Indonesia itu LBP bukan Jokowi.
Jabatan samar-samar LBP inilah berakibat fatal. Belum lagi ditambah dengan ambisi tahun 2024. LBP dan Jokowi ‘memoles’ Ganjar Pranowo agar diusung PDIP seperti 2014 silam. Saat Jokowi diusung PDIP.
PDIP dan Megawati tentu saja meradang. Melalui Puan Maharani dan beberapa politisi PDIP mulai mengeluarkan amunisi menyerang Jokowi dan LBP. Perang terbuka dimulai.
Bersambung, Insyaallah.
Bandung, 2 Muharram 1443/11 Agustus 2021