Oleh: Abu Muas Tardjono (Pemerhati Masalah Perbukuan)
Pada umumnya, yang disebut Borgol adalah “belenggu tangan” yang terbuat dari besi, berbentuk bulat, dapat ditutup dan dibuka dengan memakai kunci. Jika makna borgol adalah sebuah “belenggu tangan”, lalu kenapa ada istilah “borgol demokrasi?” Jangan-jangan benar adanya, demokrasi kita saat ini sedang dalam kondisi terbelenggu atau sengaja sedang dibelenggukan?
Buku yang hadir di hadapan sidang pembaca kali ini terdiri atas 262 halaman yang berisi tidak kurang dari 100 tulisan opini penulis, M. Rizal Fadillah yang telah terupload di sejumlah media, khususnya dalam menyikapi kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin hari semakin tidak menentu dalam kehidupan berdemokrasi.
Menarik untuk disimak, kata pengantar dalam buku ini dari Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Pusat Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo, yang dalam pengantarnya dalam buku ini diberi judul: “Menegakkan Benang Basah Demokrasi Indonesia”.
Di bagian akhir kata pengantarnya, Gatot menyebutkan bahwa M. Rizal sebagai penulis yang sangat produktif, kompilasi coretannya dalam buku ini, sangat kaya dengan analisis khususnya masalah demokrasi yang berjalin berkelindan secara rumit dengan problematika bangsa dan negara. Ibarat menghadapi benang kusut basah, disebutkan M.Rizal menawarkan solusi-solusi untuk menegakkannya.
Lebih lanjut, Gatot menyebutkan bahwa suatu yang rumit, bahkan menjadi tidak mungkin dikerjakan, namun dengan komitmen kebangsaan dan kebersamaan, patut kiranya kita menyambutnya untuk melakukan perubahan, menegakkan “benang basah” demokrasi Indonesia itu secara bersama-sama.
Judul buku ini ternyata oleh penulis diambil dari tulisannya yang terdapat pada halaman 67 yang ditulis pada 14 November 2020. Dalam tulisannya, M. Rizal mengatakan bahwa membungkam oposisi dengan pamer pemborgolan adalah budaya politik tak beradab, primitif, dan melanggar HAM. Suara yang berbeda dengan penguasa adalah bagian dari demokrasi. Tak bisa disikapi semena-mena meski dengan menggunakan perangkat hukum.
Lebih lanjut, M. Rizal mengingatkan bahwa rezim pemborgol demokrasi akan selalu disulitkan oleh perlawanan kekuatan demokrasi. Ini sudah menjadi kosekuensi bahkan tradisi dari generasi ke generasi.
Buku ini layak dibaca oleh khalayak sebagai sarana informasi aktual yang sekaligus mengetahui daya kritis penulisnya dalam menyikapi kondisi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.