Anak perusahaan Telkom, Telkomsel melakukan investasi di Gojek Rp6,4 triliun. Negara tidak bisa audit investasi Gojek karena perusahaannya masih tertutup (privat).
“Tdak bisa dibantah adalah transaksi Rp6,4 triliun sudah terjadi. Duit masuk ke Gojek dan Gojek masih berstatus perusahaan privat. Pintu pun tertutup buat negara (negara tidak bisa audit Gojek),” kata wartawan senior Agustinus Edy Kristisnto di akun Facebook-nya.
Struktur permodalannya terdiri dari saham Seri A-P. Modal disetornya Rp675 miliar. Di situ tercantum nama Garibaldi Thohir (kakak Menteri BUMN Erick Thohir) sebagai Komisaris Utama. Pemegang saham Gojek banyak, kebanyakan perusahaan cangkang di luar negeri, selain ada juga Google Asia Pacific PTE. LTD, Tencent Mobility Limited, dan PT Astra International, Tbk.
Obligasi Konversi (Convertible Bond) adalah surat utang yang bisa ditukar sebagai saham di perusahaan penerbitnya (Gojek) dengan harga yang disepakati sekarang (ada perhitungan nilai wajarnya secara akuntansi).
“Jadi Telkomsel semacam kasih utang tanpa bunga ke Gojek yang nanti bisa ditukar saham Gojek. Uang itu bisa dipakai Gojek untuk biaya operasional, ekspansi bisnis, maupun investasi,” ungkapnya.
BUMN adalah keuangan negara maka fokus kita adalah Rp6,4 triliun itu tadi. Ceramah pengamat, pakar, influencer dsb tentang potensi untung besar investasi Telkomsel di Gojek itu, silakan Anda mau percaya atau tidak. Toh, semua masih pada fase melukis langit. Bahasa buku: unrealized gain/loss.
“Tapi bagaimana kesepakatan terjadi, siapa saja pejabat yang terlibat, apa konflik kepentingannya, apa saja biaya yang timbul (arranger fee, komisi, administrasi, pajak dsb), bagaimana penggunaannya, apa potensi kerugian negaranya, bagaimana pertanggungjawabannya, adalah masalah lain: Good Governance,” paparnya.
Kata Agustinus, ekosistem bisnis Gojek itu sarat pembakaran uang. Karena model bisnis Gojek adalah intermediasi maka dia harus menjaga demand (supaya tetap murah dan menarik konsumen) dan supply (penyedia barang/jasa, ojol, dsb). Di situlah bakar-bakaran uang terjadi untuk promo, diskon, dan tawaran benefit lain.
Ujungnya adalah IPO, divestasi. Ke publik sebagai calon investor (hati-hati investor ritel). Promosi akan habis-habisan supaya kita makan barang itu. Kalau kita belum mau makan akan dipancing dengan segala jenis proxy yang seolah-olah memborong saham itu dan akhirnya kita ikutan beli. Banyak cara untuk merayu.
“High risk dan belum tentu high return. Dana segar Rp6,4 triliun itu bisa mengalir ke mana-mana sampai jauh dan patut dicurigai juga merembes ke lingkungan pendanaan politik. Naif kalau beranggapan itu semua murni bisnis tanpa lobi politik yang ada ongkosnya. Ingat, uang Rp6,4 triliun itu banyak banget,” pungkasnya.