Rezim pencekik rakyat dengan adanya aturan menarik tunai dan mengecek saldo di ATM Link dikenai biayai. Ini menunjukkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.
Demikian dikatakan aktivis Malapetaka Limabelas Januari (Malari) 74 Salim Hutadjulu dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Selasa (25/5/2021). “Rakyat susah diberi beban lagi dengan kebijakan seperti itu,” kata Salim.
Menurut tahanan politik era Soeharto ini, kebijakan menarik tunai dan mengecek saldo di ATM Link dikenai biaya mengindikasikan negara dalam keadaan bangkrut. “Kas keuangan negara kosong, semua cara dilakukan termasuk membebani berbagai biaya ke rakyat,” ungkapnya.
Kata Salim, harusnya pemerintah menarik pajak secara tinggi kepada para taipan agar kas keuangan negara bisa teratasi. “Rezim ini kalah dengan taipan. Narasi yang dikembangkan, taipan agar melarikan dana ke luar negeri ketika dibebani pajak tinggi. Ini pemikiran yang menyesatkan,” jelas Salim.
Salim mengatakan, indikasi kas keuangan negara kosong karena fundamental ekonomi di era Jokowi sangat buruk. “Hanya mengejar infrastruktur tanpa perhitungan yang matang,” papar Salim.
Empat bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mulai 1 Juni 2021 akan mulai mengenakan biaya untuk transaksi yang dilakukan di ATM. Sehingga kegiatan yang dilakukan nasabah bank-bank ini di ATM berlogo Link tidak akan gratis lagi.
Biaya yang dikenakan sebesar Rp 2.500 untuk cek saldo. Sementara, Rp 5.000 untuk transaksi tarik tunai.
“Dalam rangka mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi maka setiap transaksi cek saldo dan tarik tunai kartu BRI di ATM Bank Himbara atau ATM dengan tampilan ATM Link akan dikenakan biaya,” tulis BRI di situs resminya.
“Biaya transaksi ini akan didebet langsung dari rekening nasabah pada saat nasabah melakukan transaksi.”
Bank-bank yang dimaksud adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).