Ustadz Tengku Zulkarnain mempertanyakan peran pendidikan kiai di kalangan NU terhadap pernyataan GP Ansor yang memprotes Wali Kota Bukittinggi ASN pria shalat subuh berjamaah.
“Apa para kiyai tidak mendidik para aktivis Ansor?” kata Ustadz Tengku Zulkarnain di akun Twitter-nya @ustadtengkulzul.
Ustadz Tengku Zulkarnain mengatakan seperti itu menanggapi berita dari www.suaranasional.com berjudul “GP Ansor Protes Wali Kota Bukittinggi Wajibkan ASN Pria Shalat Subuh Berjamaah”.
Kata Ustadz Tengku Zulkarnain, kearifan lokal di Sumbar Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah sudah ada sejak ratusan tahun.
Kata Ustadz, semestinya yang diprotes GP Anshor itu hilangnya frasa ‘agama’ pada peta Proyeksi Pendidikan RI di Sekolah tahun 2035. “Itu jelas jelas menentang Pancasila dan UUD 1945. Jaga negara tidak musti menghalangi umat menjadi sholih, kan? Ya Allah jagalah NKRI dari peminggiran Agama,” jelasnya.
Sebelumnya, Wali Kota (Walkot) Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), Erman Syafar mengeluarkan aturan yang mewajibkan semua aparatur sipil negara (ASN) pria muslim di daerahnya salat Subuh berjemaah setiap Jumat.
Luqman Hakim selaku Komisi II DPR RI memprotes keras. Dirinya meminta Mendagri Tito Karnavian turun tangan membina Walkot Bukittinggi Erman Syafar.
Menurutnya, aturan salat Subuh berjemaah tidak perlu dimasukkan ke peraturan di lingkup pemda.
“Jika Wali Kota bermaksud menularkan kebiasaan salat Subuh berjemaah, maka beri saja contoh, tidak perlu membuatnya menjadi kewajiban yang diatur melalui Peraturan Wali Kota. Kenapa? Karena sama sekali tidak ada dasar hukum yang menjadi landasannya, baik hukum negara maupun hukum Islam,” ungkapnya.
“Jangan sampai maksud baik Wali Kota malah menjadi hal negatif, misalkan terjadi perubahan niat ASN melaksanakan salat untuk menyembah Allah menjadi sekadar melaksanakan kewajiban Wali Kota. Celaka namanya itu,” sambung Luqman.