Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengaku pernah ditawari untuk ikut ambil ambil bagian dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GAR-PD) dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Namun, Gatot Nurmantyo menolak tawaran tersebut karena merasa tindakan itu bertentangan dengan etika moral yang dimilikinya.
Hal itu dikatakan Gatot Nurmantyo saat berbincang dengan Arief Munandar di kanal YouTube Bang Arief, sebelum adanya KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara.
Mulanya, Arief Munandar meminta tanggapan Gatot Nurmantyo terkait situasi dan kondisi perpolitikan di Indonesia.
Gatot Nurmantyo pun menjawab bahwa saat ini terjadi banyak masalah politik dalam artian tanda kutip.
“Jadi kondisi sekarang ini adalah tentu dari berbagai sektor kita lihat, masalah politik lebih tahu lah. Tetapi di sini ada semacam dalam tanda kutip, contohnya yang baru-baru terjadi ini lah, Demokrat mau diambil,” kata Gatot Nurmantyo, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Bang Arief, Minggu, 7 Maret 2021.
Gatot Nurmantyo mengatakan, adanya GPK-PD merupakan ciri politik yang tidak sehat, karena bertentangan dengan Pancasila.
“Ini kan politik yang tidak sehat. Politik kita juga sudah menyimpang dari Pancasila, di sila ke-4. Jadi musyawarah itu sudah gak ada, adanya voting. Begitu voting, pasti money politik bisa terjadi,” kata Gatot Nurmantyo.
Lebih lanjut, Gatot Nurmantyo menjelaskan bahwa dalam dunia politik saat ini kurang adanya musyawarah dan lebih mengutamakan hasil voting.
“Ini yang keluar dari jati diri kita, padahal termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Kita langgar, yang melanggar politik juga,” sambungnya.
Gatot Nurmantyo lantas menceritakan bahwa sebelum beredar isu kudeta Partai Demokrat yang menyeret nama Moeldoko, dirinya juga ditawari untuk menggantikan posisi AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Gatot Nurmantyo bahkan mengatakan bahwa tawaran tersebut cukup menarik, karena Partai Demokrat adalah partai besar.
“Saya bilang siapa sih yang gak mau, partai besar. Ada juga yang datang sama saya. Wah menarik juga. Saya tanya gimana prosesnya. (jawaban) ‘Begini Pak, nanti kita bikin KLB, gantikan AHY, mosi tidak percaya, akhirnya AHY turun. Setelah AHY turun lalu pemilihan, bapak pasti deh begini-begini’,” kata Gatot Nurmantyo.
Mendengar hal itu, Gatot Nurmantyo lantas menjawab bahwa dirinya bisa menjadi seperti sekarang ini, karena ada jasa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Saya bilang, saya ini bisa naik bintang satu, bintang dua, itu biasa lah. Tapi begitu saya naik bintang tiga, itu presiden pasti tahu. Jabatan Pangkostrad, itu presiden tahu, apalagi presidennya tentara waktu itu, Pak SBY, tidak sembarangan,” tutur Gatot Nurmantyo.
“Bahkan, saya Pangkostrad dipanggil oleh SBY ke Istana, ‘kamu akan saya jadikan Kepala Staf Angkatan Darat’. Saya katakan, terima kasih atas pengertiannya dan akan saya tanggung jawabkan,” sambungnya.
Gatot Nurmantyo menceritakan bahwa saat itu, SBY hanya meminta dirinya untuk menjalankan tugas secara profesional, juga mencintai prajurit dan keluarga.
“‘Laksanakan tugas dengan profesional, cintai prajuritmu dan keluargamu dengan segenap hati dan pikiranmu’. Itu aja, beliau tidak titip apa-apa, tidak pesan lain-lainnya lagi,” kata Gatot Nurmantyo.
Mengingat hal itu, Gatot Nurmantyo pun tidak mungkin membalas SBY dengan tindakan yang buruk, apalagi dengan menjatuhkan anak yang sangat dicintainya.
“Maksud saya begini, apakah iya, saya dibesarkan oleh dua presiden, Pak SBY dan Pak Jokowi. Terus saya membalasnya dengan mendongkel anaknya. Nah, lalu nilai-nilai apa yang akan saya berikan pada anak saya,” kata Gatot Nurmantyo.
Oleh karena itu, Gatot Nurmantyo dengan tegas menolak tawaran pihak yang ingin menjadikannya Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan AHY.
“Saya bilang terima kasih, tapi moral etika saya tidak bisa menerima dengan cara seperti itu. Jadi sudahlah, gak usah bicara lagi,” ujar Gatot Nurmantyo.
(PikiranRakyat)