Oleh: Athian Ali M. Da’i
Ketika Alloh SWT bermaksud melarang sesuatu kepada hamba-hamba-Nya, berulangkali Alloh SWT menyatakannya tidak dengan kata “Diharamkan” tapi dengan “Jangan dekati” atau “Jauhi”.
Seperti larangan memakan buah khuldi kepada Adam dan Hawa dengan “Jangan dekati” pohonnya (Q.S AI Baqaroh: 35, AI A’raaf: 19) atau larangan kepada hamba-Nya dengan “Jangan dekati” zina, (Q.S. AI Israa: 32), harta anak yatim (Q.S. AI An’aam:152; AI Israa:34) , perbuatan keji baik yang nyata maupun yang tersembunyi (Q.S. AI An’aam: 151).
Sementara khusus untuk ”khamar” – miras dan judi dipergunakan kata yang lebih tegas lagi yakni “jauhi” (Q.S. AI Ma-idah 90)
Apa hikmahnya? Mengapa tidak langsung dengan kata “Diharamkan?”
Pertama : jika dengan kata “Diharamkan” zina misalnya, maka yang berdosa hanya pelaku zina. Tapi dengan kata “Jangan dekati” maka sekedar mendekati zina saja sudah haram, apalagi melakukannya.
Kedua : Jika dengan kata “Diharamkan” maka yang berdosa hanyalah pelaku perbuatan yang dilarang. Namun dengan kata “jangan dekati” atau “jauhi” maka yang berdosa bukan hanya pelaku saja, tapi semua pihak yang mendekati dalam pengertian memiliki andil terjadinya pelanggaran.
Karenanya, pihak yang paling berat dalam menanggung dosa adalah yang memberi jalan bagi orang banyak untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum Alloh SWT, kendati katakanlah di antara mereka yang melanggar ada yang meyakini tidak haram.
Dalam kaitan dengan miras yang menurut AI Qur’an hanya setan yang pantas terlibat dengan barang haram ini (Q.S AI Ma-idah : 90-91), si pengguna sudah barang tentu di akhirat nanti hanya akan menanggung dosanya sendiri. Sementara pihak yang melegalisasikan investasi miras kelak akan menanggung sekian juta atau mungkin ratusan juta pengguna miras selama berlangsungnya legalitas tersebut kendati yang bersangkutan sudah berada di alam barzah misalnya.
Dari sisi ini, semakin paham kita mengapa Rasululloh SAW mengancam kepada enam kelompok dari ummatnya (kendati mereka muslim) dengan akan masuk neraka jahannam tanpa hisab, dimana yang berada di urutan pertama adalah “AI Umaro bil juur” – Para pemimpin karena kedzalimannya.
Karenanya wajar jika MUI dan ormas-ormas Islam yang mewakili mayoritas penduduk negeri ini sudah sangat lantang menolak keras legalitas investasi miras di negeri ini. Jika ummat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini yang diwakili MUI dan ormas-ormas Islam lainnya sudah tegas menolak, lalu rezim yang sedang berkuasa sekarang di negeri ini sebenarnya mewakili siapa?
Seharusnya di negeri yang penduduknya berkeTuhanan Yang Maha Esa ini, nilai dan norma Agama harus selalu mewarnai kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Terlebih Iagi dalam kondisi dan situasi negeri yang sedang sakit parah seperti saat ini, pemerintah diharapkan mengatasinya dengan mengambil kebijakan yang didukung mayoritas rakyat dan tidak bertentangan dengan nilai dan norma Agama. Bukan malah membuat aturan yang menimbulkan kegaduhan dan keresahan rakyat sekaligus mengundang amarah dan murka Alloh SWT.