Rakyat sedang diadu domba, dicerai beraikan oleh buzzer dan influencer. Kelompok kritis kepada penguasa distigma radikal bahkan teroris.
Demikian dikatakan Eks Staf Ahli Panglima TNI Mayjen TNI (Purn) Deddy S. Budiman dalam artikel “Berperang dengan Musang”.
Kata Deddy, rakyat yang kritis peduli terhadap keselamatan, keutuhan dan kedaulatan NKRI, sedang difitnah radikal, intoleransi, terorisme, dikriminalisasi, dipersekusi dan bahkan dibunuh, guna menutupi “kegagalan rezim” dalam mengelola NKRI, dan kegagalan mengatasi membanjirnya mega korupsi.
“Rakyat kritis yang peduli terhadap keselamatan keutuhan dan kedaulatan NKRI yang menyampaikan pendapat kritis dan unjuk rasa dibungkam melalui UU ITE dan ancaman pelanggaran kerumunan PSBB Covid-19,” jelasnya.
Pembungkaman rakyat yang kritis, kata Deddy, indeks demokrasi di Indonesia merosot tajam.
Ia mengingatkan, makar ideologi mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, sehingga NKRI bukan lagi negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD yang diproklamasikan pada tanggal 18 Agustus tahun 1945. Tetapi NKRI telah menjadi negara berideologi kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, dan persiapan menjadi negara berideologi neokomunisme.
“Makar ideologi melalui pintu masuk RUU BPIP pengganti RUU HIP, menjadi otoriterian seperti PKC,” jelasnya.
Kata Deddy, rakyat menunggu TNI untuk menghentikan kebijakan rezim yang mengadu domba sesama rakyat, belah bambu yang akan mencerai beraikan bangsa. “Bersikap dan berbuat tegas dan lugas sesuai Pancasila, Sapta Marga dan Sumpah Prajurit demi menyelamatkan keutuhan dan Kedaulatan NKRI,” pungkasnya.