Oleh: Abu Muas T (Pemerhati Masalah Soaial)
Bagi pecinta sepak bola khususnya Liga Inggris, tentu tak asing lagi dengan ketegasan Federasi Sepak Bola Inggris (FA) dalam menegakkan aturan soal Rasis. Adalah Edinson Cavani Striker Manchester United harus menerima hukuman larangan bermain selama tiga pertandingan dan denda setara Rp.1.93 miliar, gegara cuitannya di medsos yang diduga menyinggung soal rasis.
Sekelas FA di Liga Inggris yang hanya mengurus seputar si kulit bundar yang menggelinding di lapangan hijau saja, begitu sangat tegasnya menegakkan aturan soal yang satu ini karena FA punya komitmen melawan rasisme dalam dunia sepak bola.
Jika FA saja punya komitmen memerangi rasisme, bagaimana dengan komitmen sebuah negara yang selalu menggembar-gemborkan negeri ini adalah negeri hukum menjadi panglimanya, benarkah klaim tersebut?
Edinson Cavani (EC), Ambroncius Nababan (AN) dan Permadi Arya alias Abu Janda (AJ) tersandung kasus yang sama yakni ujaran yang diduga menyinggung rasisme di media sosial (medsos). Kini EC sudah selesai menjalani hukuman dari FA, bagaimana dengan AN dan Aj?
Khusus AN, di tengah-tengah terdegradasinya rasa ketidakadilan hukum di negeri +62 ini yang dirasakan masih sangat jauh dari harapan, tiba-tiba muncul sepercik harapan bak turunnya air hujan di tengah musim kemarau yang berkepanjangan karena AN kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kenapa penetapan AN sebagai tersangka disebut bak air hujan yang turun di musim kemarau? Wajar, karena selama ini pelaporan-pelaporan yang diduga dekat dengan kekuasaan, jangankan menjadi tersangka dipanggil pun tidak. Kasus rasis AN yang telah ditetapkan sebagai tersangka, tentu sangat ditunggu khalayak bagaimana kelanjutan proses hukumnya.
Kini, jika EC sudah menjalani hukuman dari FA, AN sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu bagaimana dengan AJ? Akankah AJ masih tetap dibiarkan bebas berceloteh di medsos? Kasus AJ yang telah dilaporkan menjadi batu ujian bagi aparat sekaligus bak uji nyali.