Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mengingatkan publik kembali fokus dalam pengawasan pengungkapan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam insiden kematian enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, setelah masyarakat sempat larut dalam euforia pergantian kabinet, agar tak melupakan proses investigasi Komisi Nasional (Komnas) HAM terkait peristiwa tol Japek Km 50 tersebut.
“Jangan hilang fokus cuma karena dramatisasi ganti kabinet. Jangan hilang perhatian cuma karena ada kasus korupsi. Enam nyawa laskar FPI, adalah fakta yang sudah terjadi, yang harus dikawal pengungkapannya, yang harus disuarakan hukum dan keadilannya,” kata Mardani dalam diskusi daring berjudul, ‘6 Nyawa dan Kemanusian Kita’, pada Jumat (25/12) malam. Mardani mengatakan, pengungkapan insiden tol Japek Km 50, harus dapat terungkap tuntas, dan terang benderang.
Kata dia, semua sebetulnya punya tanggung jawab untuk mengawal kasus tersebut, sampai terungkap dalang, dan pelakunya. Mardani tak ingin memberatkan tuduhan kepada salah satu pihak. Namun, dikatakan dia, selain Komnas HAM, Polri, sama-sama punya kewajiban menjelaskan kepada publik, atas apa yang terjadi sebenarnya. Komnas HAM, dengan hasil dari proses investigasi independennya. “Saya mendorong, semua pihak, Komnas HAM, kepolisian, DPR RI, pemerintah, LSM-LSM, pers media, maupun ormas-ormas, dan masyarakat umum untuk fokus kembali mengawal pengungkapan kasus ini,” katanya. Pengungkapan insiden yang menewaskan enam anggota laskar FPIakibat penembakan oleh anggota kepolisian tersebut, akan menjadi pelajaran berharga yang tak perlu terulang kembali.
“Setiap satu nyawa, sangat mahal harganya. Nyawa, Pendeta Yeremia (di Papua), sangat mahal harganya. Nyawa enam laskar FPI, sangat-sangat mahal harganya. Dan nyawa setiap warga negara, sangat, sangat, sangat, mahal harganya. Tidak boleh ada satupun kekerasan, yang menghilangkan nyawa. Apalagi yang dilakukan otoritas negara tanpa koridor hukum yang jelas. Karena itu, saya mengajak kita semua untuk tidak melupakan pengungkapan kasus ini,” kata Mardani.
Enam laskar FPI yang ditembak mati di tol Japek Km 50, pada Senin (7/12) dini hari, yakni Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadavi (21). Enam laskar tersebut, adalah para pengawal Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang menghalangi aksi kepolisian saat melakukan pengintaian. DPP FPI dalam pernyataan resmi mengatakan, pada enam jenazah, terdapat 19 luka bolong bekas tembakan yang kebanyakan mengarah ke dada, bagian jantung.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, dalam pernyataan resminya, menegaskan, penembakan mati terhadap enam anggotaFPI itu, sebagai respons atas penyerangan terhadap petugas kepolisian. Atas insiden tersebut, sampai hari ini, tim pencari fakta di Komnas HAM, masih melakukan investigasi untuk merunut kronologi lengkap kejadian. Investigasi Komnas HAMuntuk menentukan apakah insidenpenembakan mati oleh kepolisian tersebut, sebagai pelanggaran HAM.
Kordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menambahkan, pelanggaran HAM kepolisian terhadap enam laskar FPI ini, sebetulnya bukan kasus penembakandengan sewenang-wenang yang pertama kali. Catatan KontraS, dikatakan Fatia, dalam tiga bulan terakhir terdapat 29 kasus penggunakan senjata api berpeluru tajam yang dilakukan oleh kepolisian dengan cara serampangan. Namun dari catatan-catatan kasus tersebut, tak ada satupun perkaranya, yang berujung pada pemberian sanksi pemidanaan untuk dampak jera.
Karena itu, KontraS, kata Fatia, mendesak agar Komnas HAM, dapat menjalankan perannya sebagai investigator atas pembantaian yang terjadi di tol Japek Km 50 tersebut. Dan menjelaskan kepada publik, atas kronologi peristiwa yang paling akurat. “Kita harus tetap mendukung Komnas HAM, dalam investigasinya soal pembunuhan, dan pelanggaran HAM ini, atau penembakan sewenang-wenang ini,” kata Fatia Jumat (26/12).
(Republika)