Kedatangan diplomat Jerman ke markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan III merupakan bagian operasi intelijen untuk membongkar pelanggaran HAM atas meninggalnya enam Laskar FPI oleh polisi.
Demikian dikatakan pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Selasa (22/12/2020). “Sampai sekarang Kementerian Luar Negeri maupun Menlu RI tidak tahu, diplomat Jerman yang mengunjungi markas FPI itu siapa, Kedubes Jerman juga tidak memberi tahu nama dan posisi jabatan diplomat itu,” ungkapnya.
Walaupun Kedubes Jerman menyatakan kunjungan diplomatnya itu urusan pribadi, kata Amir Hamzah kedatangan ke markas FPI itu pekerjaan intelijen –dalam kerja Mossad disebut fiber intelijen.
Fiber intelijen merupakan kerja telik sandi tanpa senjata lebih pada membangun komunikasi, mencari simpati dan melakukan penyamaran dan sebagainya.
Kata Amir Hamzah, Jerman pernah membawa kasus pelanggaran HAM Israel terhadap warga Palestina ke International Criminal Court (ICC). “Peluang besar membawa kasus terbunuhnya enam Laskar FPI ke ICC yang didukung Jerman maupun negara Eropa,” jelas pria yang pernah menjadi Ketua Pokja penyelesaian kasus Ambon ini.
Menurut Amir Hamzah ada peluang besar enam Laskar tertembak mati polisi dibawa ke ICC karena yang menjadi korban masyarakat adat. “Korban dari masyarakat Betawi, Padang, Jawa. Hak-hak mereka dilindungi konvensi PBB tentang masyarakat adat. Kemenlu jangan berpuas diri ketika Kedubes Jerman sudah minta maaf,” kata Amir Hamzah.
Kasus terbunuhnya enam Laskar FPI mendapat perhatian Jerman, kata Amir Hamzah karena Presiden Jokowi menolak membentuk tim independen. “Mestinya Presiden Jokowi menyampaikan hal itu setelah Komnas HAM menyampaikan hasilnya,” papar Amir Hamzah.