Eks Penasehat KPK: Polisi Lakukan Pelanggaran HAM Berat

Aparat kepolisian melakukan pelanggaran HAM Berat atas penembakan sampai mati dan penganiyaan terhadap enam Laskar Front Pembela Islam (FPI).

“Aksi penembakan dan penganiayaan terhadap enam pengawal HRS adalah tindakan pelanggaran HAM berat,” kata mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua dalam pernyataan kepada wartawan, Kamis (10/12/2020).

Kata Abdullah, pertama, polisi melakukan pelanggaraan HAM membuntuti perjalanan HRS. Beliau bukan teroris, pengedar narkoba, atau tersangka yang harus dibuntuti kegiatannya. “Hak asasinya sebagai warganegara untuk pergi ke mana saja dalam wilayah Indonesia, sudah dirampas polisi,” ungkapnya.

Menurut Abdullah, pelanggaran HAM kedua, polisi telah melakukan teror psikologis terhadap HRS dan keluarganya. Pelanggaran ketiga, enam orang warga sipil yang tidak bersenjata, bukan teroris, pengedar narkoba atau tersangka, dibunuh tanpa suatu proses pengadilan.

“Pelanggaran keempat, otopsi yang dilakukan polisi terhadap keenam jenazah pengawal HRS tanpa persetujuan keluarga. Pelanggaran kelima, menurut pihak FPI, ada tanda-tanda penganiayaan di keenam jenazah di mana setiap jenazah terdapat lebih dari satu peluru dan mengarah ke jantung. Hal ini merupakan pelanggaran HAM berat,” jelasnya.

Sebab, wewenang tertinggi polisi dalam menghadapi seorang penjahat adalah melumpuhkan, yakni menembak bagian kaki. Fakta ini menunjukkan bahwa, polisi sudah merencanakan pembunuhan terhadap HRS dan pengawalnya.

Abdullah mengatakan, peneliti Kontras Danu Pratama mengatakan, aksi kekerasan sepanjang 2019 mayoritas dilakukan aparat kepolisian. Jumlah aksi kekerasan tersebut mencapai 103 kasus. Mayoritas adalah kasus penganiayaan dan bentrokan, sebanyak 57 kasus.

Peristiwa tersebut membuat 102 orang luka-luka dan dua orang meninggal. Kemudian 33 kasus penyiksaan dengan 32 orang luka dan sembilan oran meninggal, 5 kasus salah tembak dengan tiga orang luka dan lima orang meninggal, serta delapan kasus intimidasi.

Kata Abdullah, Presiden harus segera mengambil tindakan tegas terhadap Kapolri dan Kapolda sebagaimana apa yang dilakukan terhadap Kapolda Jabar dan Metro Jaya dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pendukung HRS.

“Komnas HAM, bersamaan dengan hari HAM internasional hari ini, segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen, baik atas instruksi presiden maupun inisiatif sendiri sehingga kasus pembunuhan enam pengawal HRS harus diadili oleh Pengadilam HAM, bukan pengadilan biasa,” pungkasnya.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News