Calon Kepala Daerah Adalah Calon Koruptor

Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Itu artinya, ada 540 Calon Koruptor se Indonesia, baik berposisi sebagai Calon Gubernur dan Wakilnya, Calon Bupati dan Wakilnya, dan Calon Walikota dan Wakilnya.

Kenapa ada 540 Calon Koruptor ? Darimana jumlah ini muncul ? darimana kesimpulan mereka Calon Koruptor ?

Begini,

Setiap Pilkada, itu pasti menghasilkan Kepala Daerah dan Wakilnya. Jika ada 270 Pilkada, berarti untuk porsi calon Kepala Daerah dan Wakilnya, akan ada 540 Calon Koruptor yang terpilih. Ini untuk hasil akhirnya.

Adapun pada proses pemilihan, jika kita buat rata-rata satu Pilkada diikuti 3 Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakilnya, berarti ada 270 x 6 = 1.620 orang Calon, yang berebut posisi menjadi Calon Koruptor.

Adapun kenapa Calon Kepala Daerah disebut Calon Koruptor ? Begini penjelasannya :

Untuk ikut Pilkada sebagai Calon, itu butuh duit. Baik untuk mendaftar, atau proses pemenangan (kampanye, saksi, politik uang, hingga sengketa hukum), semuanya butuh duit.

Untuk menjadi Bupati saja, menurut Mendagri Tito Karnavian perlu biaya 30 M. Untuk Gubernur, tentu lebih besar lagi.

Adapun data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa calon kepala daerah yang mencalonkan diri di pilkada dalam pencalonan bupati dan wali kota berkisar Rp 20-30 miliar, sedangkan pencalonan gubernur diperkirakan Rp 20-100 miliar.

Kita anggap aja biaya menjadi Bupati 25 miliar. Angka median antara pernyataan Mendagri dan data KPK. berarti, setiap calon harus merogoh kocek 25 M untuk jadi Bupati.

Berapa gaji seorang Bupati ?

Bupati Banjarnegara dalam video yang beredar viral, mengungkap slip gajinya yang hanya Rp 5,9 juta. Jika kita kalikan total bulan dari periode kekuasaan Bupati, berarti 12 bulan kali lima tahun kali Rp. 5,9 juta. Diperoleh hasil Rp. 354.000.000,- (tiga ratus lima puluh empat juta rupiah). Inilah angka resmi total gaji bupati selama lima tahun.

Mungkin ada tunjangan, anggap saja tunjangan itu totalnya 4 kali jumlah gaji. Sehingga ditemukan angka Rp. 1.416.000.000,- (satu miliar empat ratus enam belas juta).

Jika modal menjadi bupati 25 Miliar, sementara total pendapatan baik gaji maupun tunjangan hanya 1,5 miliar selama lima tahun. Kemana Bupati mencari kekurangan modal Pilkada yang 23,5 miliar ? Apalagi, setiap pejabat sebelum dan setelah menjabat hartanya bertambah. Darimana pertambahan harta pejabat itu ?

Jadi tidak ada cara lain untuk mengembalikan modal Pilkada sekaligus mencari keuntungannya KECUALI DENGAN KORUPSI. Pejabat terpilih pasti akan memperdagangkan kekuasaannya untuk memperoleh harta guna menutupi biaya Pilkada dan mencari keuntungannya untuk menumpuk harta.

Jadi secara sadar, peserta Calon Pillkada mendaftarkan dirinya sebagai calon Koruptor. Dan rakyat, juga berbondong-bondong ke bilik suara, untuk memilih calon koruptor. Sebegitu bodohkah bangsa ini ? Saya tentu tidak bodoh, karena itu saya ogah memilih.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News