Para Pengkhianat itu Bersarang di Senayan

Oleh : Zulkifli S Ekomei

Sebutan penghianat disematkan pada orang atau sekelompok orang yang diberi amanah tapi tidak menjalankannya, bahkan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan amanah yang diberikan, hal ini terjadi pada sebagian anggota MPR periode 1999 – 2004, yang diberi amanah oleh rakyat agar kalau mau merubah UUD’45 harus minta persetujuan rakyat melalui referendum, hal ini telah dituangkan dalam TAP MPR, ternyata para pengkhianat ini malah mencabut TAP tentang referendum ini.

Pengkhianatan ini tidak berhenti, bahkan dilanjutkan sampai sekarang, setelah mereka merubah UUD’45, ada ratusan UU yang dibuat oleh mereka yang tidak berpihak pada rakyat, bahkan tidak hanya kepada rakyat, tetapi berkhianat pula pada pendiri negeri ini dengan adanya RUU HIP.

Pengkhianatan berikutnya adalah disahkan Perppu no. 1 tahun 2020 menjadi UU No. 2 tahun 2020 tentang Covid yang memberikan kesempatan perampokan besar-besaran uang negara, disusul soal keputusan untuk menyetujui Bail Out Jiwasraya. Dan yang terbaru adalah pengkhianatan yang mereka lakukan pada malam hari dengan menetapkan Omnibus Law alias UU Cipta Kerja yang jelas-jelas merugikan rakyat, wabah dimanfaatkan mereka untuk segera mengesahkan RUU, sementara aksi demo dihadapkan dengan aparat yang siap membubarkan paksa dengan dalih melanggar protokol kesehatan.

Saya memang tidak punya pretensi jika saya menguasai materi UU Cilaka, karena itu saya percaya pada orang-orang yang lebih mumpuni dalam menganalisa RUU itu, seperti misalnya profesor-profesor hukum dari UGM, kemudian saya cocokkan dengan final draft yang saya baca. Persoalannya dalam pembahasan RUU Cilaka ini memang banyak terjadi disinformasi, jika ada kritikan, ngelesnya sudah diganti di draft yang baru, tapi ujungnya draft yang terakhir ngga berubah juga, masalahnya tetap itu-itu juga.

Secara proses, metode pembentukan, dan substansinya, RUU Cipta Kerja bermasalah, dirumuskan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Dalam penyusunan RUU Cipta Kerja, publik kesulitan memberi masukan karena tertutupnya akses terhadap draft RUU Cipta Kerja. Akses publik terhadap dokumen RUU Cipta Kerja baru tersedia pasca RUU tersebut selesai dirancang oleh Pemerintah dan kemudian diserahkan kepada DPR.

Minimnya keterbukaan dan partisipasi publik membuat draft RUU Cipta Kerja rawan disusupi oleh kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Karena itu, jangan berhenti berteriak, jangan berhenti nyinyir dan julid, jangan mau ditakut-takuti dengan narasi “belum baca kok sudah protes”, saya juga yakin yang bikin narasi juga belum baca, tanda tangan juga asal-asalan, mereka cuma pengen kita mingkem.

Bukti-bukti pengkhianatan mereka sudah nyata tak bisa diingkari, maka tidak ada jalan lain bagi rakyat selain mengambil kembali mandat yang sudah diserahkan ke mereka. Bersihkan Senayan dari para pengkhianat. Rebut kembali kedaulatan rakyat yang telah mereka rampok dan usir mereka dari Senayan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News