Dokumen masjid Hagia Sophia yang beredar di kalangan warganet Indonesia itu bukan pembelian gereja oleh Al Fatih untuk dijadikan masjid.
“Dokumen “Tapu Senedi” alias “Sertifikat Tanah”. Dikeluarkan pd 1936, masa Republik. Lengkap itu lokasi, luas tanah, dan peruntukan. Pemiliknya: Ebulfetih Sultan Mehmet Vakfı, lembaga wakaf yg didirikan Sultan Fatih. Pemilik sah Ayasofya sbg pengurus wakaf,” kata mahasiswa doktoral di international relations istanbul university Herriy Cahyadi di akun Twitter-nya @herricahyadi.
Kata Herriy, sertifikat itu, landasan hukum yang digunakan oleh penggugat dalam pengadilan. karena status tanah wakaf di Turki diatur dalam UU sendiri, hampir sama dengan yang ada di negara muslim lainnya.
“Intinya tanah wakaf itu harus sesuai dengan peruntukan. Nah, peruntukan itulah yang ada di dokumen sebelahnya,” ungkapnya.
Sedangkan dokumen lainnya “Ayasofya Vakfiyesi” atau Surat Wasiat Fatih Sultan Mehmet utk Ayasofya. Ini yg sdh sy tuit sebelumnya, panjangnya smp 65m. Tersimpan rapih dan bisa dilihat di sini: http://kutuphane.ttk.gov.tr/details?id=587178&materialType=YE&query=Fatih+Sultan+Mehmed+%28Osmanlı+Padişahı+ Yg plg dihighlight dr wasiat itu adlh:
Tidak boleh mengubah masjid Ayasofya jd apapun atau laknat Allah akan datang. Tidak ada yg boleh mengubahnya, siapapun dia. Teks wasiat dlm bahasa Arab. Di bahasa Turki, sy tdk menemukan ada soal jual-beli. Krn ini surat wasiat. Makanya dr td sy tanyakan ke penyebar dokumen ini.
Kata Herriy, selebihnya dari sumber-sumber dokumen itu, hanya fantasi dari orang-orang lebay yang tdk mengerti persoalan. Mengambil dari sumber lain, lalu ditafsirkan sendiri.
“Mereka mengaku “Islami”, tp cara mereka dg memanipulasi realita. Yg beginilah yg kita sbg seorang muslim hrs hati-hati,” pungkasnya.